Napoli, Italia (ANTARA News) - NATO "sangat berhati-hati" dalam serangan-serangan udaranya di Libya karena pasukan pemerintah mulai menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia, demikian dikemukakan wakil panglima operasi NATO, Rabu.

"Pasukan Libya semakin sering beralih ke taktik non-konvensional, membaur dengan lalu-lintas jalan raya dan menggunakan warga sipil sebagai tameng bagi pergerakan maju mereka," kata Laksamana Muda Russell Harding pada jumpa pers, seperti dilaporkan AFP.

"Pasukan NATO secara khusus berhati-hati untuk menghindari pencederaan pada warga sipil yang berada sangat dekat dengan pertempuran, seringkali karena taktik pasukan pemerintah," katanya di pangkalan utama yang mengawasi operasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Libya.

Perwira tinggi Angkatan Laut Kerajaan Inggris itu mengatakan, pasukan Libya yang menggunakan taktik ini bergerak ke timur "menuju Ajdabiya, yang menimbulkan ancaman langsung bagi kota itu dan daerah luarnya ke Benghazi."

"Untuk menanggapi hal itu, NATO mengupayakan serangan-serangan langsung terhadap pasukan yang bergerak maju dan rantai perbekalan logistik dan amunisi mereka," kata jendral itu.

"NATO juga menggunakan serangan-serangan udara operasi untuk memutuskan rute pemasokan utama antara Ajdabiya dan Misrata," katanya, menunjuk pada kota berpenduduk 500.000 orang di Libya barat yang dikepung oleh pasukan Moamer Kadhafi selama lebih dari sebulan.

Mengenai kontroversi bahwa serangan-serangan NATO berpihak dalam konflik di Libya, ia mengatakan, "Kami akan menyerang setiap pasukan yang bermaksud mencederai warga sipil."

Harding menambahkan, lebih dari 100 jet tempur dan pesawat pendukung NATO saat ini telah dikerahkan, serta selusin kapal perang yang semuanya beroperasi di bawah komando NATO.

Sejumlah pemimpin Barat mendesak Kadhafi, yang berkuasa selama lebih dari empat dasawarsa, mengundurkan diri di tengah pemberontakan mematikan terhadap pemerintahnya.

Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada Kamis lalu (17/3).

Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Moamer Kadhafi, yang membuat marah Barat.

Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Kadhafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, kini pasukan Kadhafi dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.

Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Kadhafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011