Jejak wajah MD meneror wajah publik, karena hanya dalam pertemuan dengan manusia lain maka lahirlah apa yang disebut sebagai "yang etis" (the ethical), karena sesama manusia bukan sekedar obyek, melai

Jakarta (ANTARA News) - Bola mata publik kontan dimanja penampilan perempuan setengah baya yang berlenggak-lenggok di "catwalk" memamerkan busana merah menyala. Sesekali dia menyunggingkan senyum di bawah siraman aneka lampu panggung dan dia terus berjalan seiring berlarinya waktu.

Bagaikan mesin otomat yang diisi kepingan uang logam langsung berbunyi, komentar demi komentar pun bermunculan dari mulut setiap pria dengan satu kata singkat bernas, "Luar biasa!"

Usianya 47 tahun, penampilannya glamor dan pengalamannya 22 tahun malang melintang di sebuah bank swasta papan atas.

Dia mantan relation Manager Citibank, Malinda Dee (MD) yang diduga menilap uang kliennya hingga Rp 20 miliar. Kontan, sejumlah foto dirinya beredar di media internet sebagai pengisi dahaga rasa ingin tahu publik.

Satu demi satu berita dan foto menghiasi pemberitaan media cetak dan eletronik berbumbu sensasi. Kronologi aksinya digambarkan kepada pembaca, dan tumpukan asetnya diwartakan kepada pemirsa, dari kendaraan roda empat bernilai puluhan milyaran sampai puluhan rekening bernilai belasan milyar. Dari senyum dan lenggak-lenggok sampai miliar-miliar. Ini satu wajah MD.

Di bawah ketukan palu "pidana", perempuan itu kini diminta berkata-kata soal asal muasal puluhan barang bukti. Sebut saja aneka koleksi mobil mewah, Hummer (Rp3,4 miliar), Mercedes-Benz seri E 350 (Rp1,6 miliar), Ferrari F 430 Scuderia (Rp4 miliar-Rp5 miliar), Ferrari California (Rp6 miliar). Sedangkan aset yang diblokir, 30 rekening di berbagai bank, satu di antaranya bernilai Rp11 miliar. Ini juga wajah MD.

Tersangka kasus dugaan pembobolan dana nasabah Citibank itu "meluaskan wajahnya" bukan sebatas sebagai Senior Relationship Manager Citibank. Ia kerapkali menjadi model untuk fashion show di beberapa acara di Jakarta.

"Suaminya ibu (Melinda) punya showroom. Mobilnya itu dari dulu. Klien kami sudah naik Ferrari juga sejak dulu, dipakai juga untuk keseharian," kata kuasa hukum Melinda, Halapancas Simanjuntak. Wajah MD di bawah sorot mata seorang kenalan lama.

Wajah MD pun dihiasi satu sosok lagi, Andhika. Halapancas menolak ada hubungan istimewa antara Andhika dan kliennya. Perempuan asal Aceh itu menganggap Andhika seperti anak angkatnya. Merespons beredarnya foto-foto Andhika yang berlatarkan Ferrari merah Melinda, Halapancas menduga Melinda hanya sering meminjamkan mobil mewahnya untuk dipakai Andhika.

Aneka wajah MD mengukuhkan kembali satu warta universal bahwa wajah manusia bukanlah sekedar "tanda" (sign) melainkan "jejak" (trace). Wajah MD di catwalk mengirim jejak bahwa gemerlap panggung mengiringi gemulai tubuh.

Wajah MD ketika keluar dari tahanan Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Senin (4/4) untuk menjalani pemeriksaan kemudian mengirim jejak bahwa "Jangan adili saya, tapi lindungi saya".

Ada sifat mendua (ambigu) wajah MD. Di satu pihak, ia memiliki tubuh dan menghadirkan dirinya kepada para nasabah atas nama bisnis kepercayaan perbankan. Di lain pihak, ia memanfatkan dan menggunakan wajahnya untuk mengeksploitasi keinginan setiap manusia akan "ketidakterbatasan".

MD pun ikut tercebur dalam ketidakterbatasan, karena ia memainkan bola kebutuhan (need) dan kenikmatan (enjoyment) di laga keperluan setiap manusia. Ibaratnya, MD tidak minum karena dia butuh minum untuk hidup, melainkan karena dia terus menikmati minum sebagai minum belaka. Apakah para nasabah ikut juga minum?

Kalau manusia senantiasa ingin mempertanyakan makna mengapa ia minum, maka ada pernyataan yang dapat memperkaya pemahaman (comprehension). "Mobil-mobil mewah yang dimiliki MD (Melinda Dee) tidak dibeli cash, tapi dengan cara kredit. Ini kami peroleh dari analisis transaksi tersangka," ungkap Direktur II Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri, Brigjen Pol Arief Sulistyo di Bareskrim Mabes Polri.

Soalnya sekarang, jejak wajah MD meninggalkan masa lalu. Orang selalu meninggalkan jejak tanpa sengaja atau sengaja sekali pun. Meminjam istilah filsuf Emmanuel Levinas, dalam sebuah jejak selalu ada ketidakhadiran pihak yang meninggalkannya. Ada masa lalu yang tidak dapat dikembalikan lagi.

Bagi publik, jejak wajah MD menampak sebagai enigma, karena dia tampil sebagai sebuah manifestasi tanpa mau memanifestasikan dirinya. Ini yang mengganggu dan mengusik publik. Jejak wajah MD menampak sebagai gangguan (disturbance).

Jejak wajah MD meneror wajah publik, karena hanya dalam pertemuan dengan manusia lain maka lahirlah apa yang disebut sebagai "yang etis" (the ethical), karena sesama manusia bukan sekedar obyek, melainkan subyek.

Orang lain bukan untuk selalu ditundukkan dengan sorot mata kekuasaan, melainkan dihormati sebagai "yang berbeda" atau "yang lain" saja.

Setiap orang adalah dirinya sendiri dan tidak ada orang yang dapat membunuh wajahnya sendiri. Ini pembelajaran dari jejak-jejak wajah MD. Dan wajah memperlihatkan ketelanjangan dan ketidakberdayaan. Silakan mengambil cermin!
(*)

Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011