Denpasar (ANTARA News) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bali menilai ujian nasional tingkat SD dan SMP berdampak buruk bagi perkembangan mental siswa.
"Kami menganggap ujian nasional untuk tingkat SD dan SMP tidak perlu diselenggarakan, mengingat peserta didik pada usia sekolah itu belum mampu memenuhi standar yang ditentukan pemerintah pusat," kata Ketua KPAI Bali dr AA Sri Wahyuni di Denpasar, Selasa.
Dia mengatakan, hal itu terjadi karena kualitas pendidikan tahapan sekolah dasar itu masih minim dan hanya mementingkan prestasi dan nilai siswa.
Pihak sekolah melakukan berbagai cara supaya peserta didik terlihat memiliki kemampuan akademik yang mumpuni, padahal kenyataan tidak sesuai.
Salah satu penyebab terjadinya tekanan atau gangguan mental pada peserta didik itu, muncul karena kurikulum yang tidak seimbang dengan daya tangkap siswa.
"Bayangkan saja, kurikulum SD saat ini hampir sama dengan kurikulum SMP pada zaman dulu," paparnya.
Berdasarkan data yang diperolehnya, ucap dia, dalam kurun waktu dua tahun terakhir setiap tahun sebanyak lima siswa mengalami gangguan mental dan emosional sehingga harus dirawat secara intensif di rumah sakit.
"Gangguan mental itu akibat tekanan pelajaran itu, dimulai dari enggan bersekolah, sering marah dan mengamuk tanpa sebab," katanya.
Selain menimbulkan gangguan mental dan emosional, tambahnya, ada dampak lain yang diakibatkan oleh ujian berstandar nasional itu.
"Dampak lain itu berkaitan dengan masalah sosial dan terjadi di daerah-daerah terpencil di Pulau Dewata, seperti Kubu dan Seroya Kabupaten Karangasem," ujarnya.
Sri Wahyuni menjelaskan, dampak lain dari ujian nasional adalah memicu semakin banyaknya anak yang putus sekolah.
Dia mencontohkan, siswa yang gagal mengikuti ujian akhirnya enggan melakukan ujian ulang ataupun menjalani kejar paket karena rasa malu.
(ANT)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011