Surabaya (ANTARA News) - Sejak pertengahan Maret lalu, ulat bulu (desiciria inclusa) tampak "meneror" warga Probolinggo hingga menjalar ke delapan kecamatan di Kabupaten Probolinggo dan dua kecamatan di Kota Probolinggo.
Serangan jutaan hama ulat bulu itu terjadi di beberapa kecamatan di Kabupaten Probolinggo, seperti Leces, Bantaran, Tegal Siwalan, dan Sumber Asih.
Namun, Kepala Laboratorium Hama, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, Dr Ir Totok Himawan, menyatakan para petani tidak perlu mengkhawatirkan ulat bulu yang menyerang perkebunan mangga di Kabupaten Probolinggo itu.
"Jangan khawatir, termasuk kalau serangan hama itu akan meluas ke wilayahnya (Malang Raya) dan daerah sekitar Kabupaten Probolinggo seperti Pasuruan," katanya di Malang (4/4).
Masalahnya, katanya, hama ulat bulu sampai sejauh ini hanya menyerang tanaman mangga dan tidak akan menyerang tanaman lain, seperti padi, sayur, bunga serta berbagai jenis buah lainnya.
Apalagi, sekarang juga sudah dilakukan penyemprotan insektisida atau sejenis cairan "Lamda Sihalotrim" sampai beberapa kali, sehingga kondisinya sudah jauh berkurang.
Menurut dia, hujan yang terus menerus mengakibatkan musuh alami ulat bulu, yakni sejenis predator bernama "Braconid" dan "Apanteles" tidak mampu bertahan hidup.
"Musuh alami itu tidak bisa mengontrol populasi ulat bulu yang semakin banyak, dan berkembangbiak dengan cepat, bahkan menyebar ke lingkungan penduduk," katanya.
Dalam proses sirkulasi kehidupan ulat saat masih menjadi telur, musuh alami ulat itu selalu memberikan parasit pada telur ulat, sehingga dari ribuan telur, hanya beberapa telur saja yang lolos dari parasit dan bisa menjadi ulat.
Namun, hujan yang terus menerus terjadi membuat proses kehidupan musuh alami tersebut terganggu, sehingga tidak mampu memberikan parasit pada telur ulat, akibatnya populasi ulat tidak bisa terkontrol dan menjadi banyak.
Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat tidak perlu takut secara berlebihan karena ulat bulu yang menyerang perkebunan mangga di Probolinggo adalah spesies "Dasychira Inclusa" yang tidak gatal dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit.
"Jenis ulat bulu di Probolinggo ini tidak gatal dan berbahaya. Hanya masyarakat, bahkan kita, merasa tidak nyaman saja melihat ulat berkeliaran di lingkungan kita," ujarnya.
Totok mengatakan, serangan ulat tersebut berpotensi meluas ke daerah-daerah lain, mengingat anomali cuaca yang terjadi di beberapa daerah.
"Salah satu pengendaliannya, yakni melakukan penyemprotan dari bahan Insektisida tertentu atau dari cairan `Lamda Sihalotrim`," katanya.
Potensi meluasnya serangan hama ulat bulu itu pun diakui Kepala Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Jawa Timur, Eko Wibowo Putro.
"Kabupaten Probolinggo menjadi daerah serangan ulat bulu karena memiliki kelembaban maksimum sehingga sangat cocok bagi ulat tersebut untuk membentuk kepompong," katanya di Surabaya (30/3).
Agaknya, prediksi itu benar. Serangan hama ulat bulu yang melanda Kabupaten Probolinggo kini sudah merebak ke wilayah Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Margono, warga Dusun Pandean, Desa Nguling, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan, mengatakan, sejak tiga hari lalu pohon mangganya diserang ulat bulu dan mulai Minggu (3/4) terlihat mulai banyak jumlahnya.
Untuk mengendalikan perkembangan serangan hama ulat itu, Margono memberantasnya dengan cara membakarnya, namun tindakan itu tidak cukup efektif karena ulat-ulat yang posisinya tidak mudah terjangkau tidak bisa teratasi.
Hujan dan Pestisida
Pernyataan itu juga dibenarkan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pngan Kabupaten Pasuruan, Ihwan. "Kami sudah mendapat laporan tentang ulat bulu yang merambah wilayah Kecamatan Nguling itu," katanya.
Untuk mencegah serangan ulat bulu itu meluas, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Pasuruan melakukan antisipasi dengan menyediakan obat-obatan serta peralatan semprot berupa "power spray" yakni alat semprot yang menggunakan mesin dengan jangkauan semprot mencapai 10 meter.
"Mulai Selasa (5/4), petugas Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Pasuruan akan melakukan penyemprotan terhadap pohon-pohon mangga di Kabupaten Pasuruan, khusunya di wilayah Nguling yang berbatasan dengan wilayah Probolinggo," katanya.
Ihwan menyebutkan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Pasuruan perlu melakukan langkah antisipasi karena Kabupaten Pasuruan merupakan sentra produksi mangga di Jawa Timur.
Kabupaten Pasuruan mempunyai potensi tanaman mangga seluas 13.851 hektare atau sebanyak 1.385.141 pohon dengan total produksi 85.131 ton per tahun, sedangkan Pemkab Probolinggo mencatat adanya 8.877 batang pohon mangga yang sudah terserang hama tersebut.
Menurut Kepala Distan Jatim, Eko Wibowo Putro, pihaknya telah melakukan antisipasi dengan mengirimkan 150 liter pestisida ke Probolinggo.
"Kami juga membentuk tim pengendali massal yang merupakan gabungan dari petugas pengendali organisme pengganggu tanaman Dinas Pertanian Probolinggo dan petugas Pengamat Hama dan Penyakit (PHP) Distan Jatim," katanya.
Eko memperkirakan serangan tersebut belum sampai mengakibatkan kerugian yang cukup signifikan karena saat ini belum memasuki musim buah.
"Karena itu, petani sebaiknya tidak hanya mengandalkan penyemprotan pestisida dalam menangkal serangan hama ulat bulu itu. Lakukan langkah pembakaran daun-daun gugur di sekitar pohon. Asapnya bisa mengganggu proses terbentuknya kepompong," katanya.
Kendati belum mengakibatkan kerugian yang besar, ahli ulat bulu dari IPB Prof Aunu Rauf mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai serangan hama ulat bulu tahap II pascaserangan ulat bulu yang kini sudah menjadi kepompong dan kupu-kupu.
"Ulat bulu yang ada sekarang sudah menjadi kepompong dan bahkan sudah ada yang menjadi kupu-kupu, tapi ulat bulu itu mempunyai siklus kehidupan 1,5 bulan, sehingga serangan ulat bulu baru perlu diwaspadai," katanya kepada ANTARA per telepon dari Surabaya (5/4).
Serangan hama ulat bulu itu, katanya, merupakan akibat dari anomali cuaca yang membuat musuh alami ulat bulu menjadi mati, yakni sejenis predator bernama "Braconid" dan "Apanteles."
Ditanya tentang upaya mencegah ulat bulu itu, ia mengatakan masyarakat dapat menyapu atau membakar ulat bulu yang di pohon-pohon atau turun di teras atau halaman rumah, sedangkan pemerintah dapat melakukan penyemprotan ulat bulu dengan zat tertentu hingga mati.
"Yang jelas, perkembangan ulat bulu harus dikendalikan melalui menyapu, membakar, atau menyemprot, sebab jika tidak dikendalikan akan semakin menjalar kemana-mana," tuturnya.
Ia menambahkan bila perkembangan hama ulat bulu itu tidak dikendalikan secepatnya oleh masyarakat dan dinas terkait, maka jumlah hama ulat bulu itu akan semakin banyak.
"Kalau perkembangan hama ulat bulu itu menjadi tidak terkendali, maka petani mangga di Probolinggo dan sekitarnya akan menderita kerugian yang cukup besar," katanya.
Pandangan itu dibenarkan Kepala Laboratorium Hama, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya (UB) Malang, Dr Ir Totok Himawan.
"Kalau warga Probolinggo menyebut abu Bromo sebagai penyebab justru hanya kemungkinan kecil, sebab abu Bromo hanya sebentar," katanya.
Selain akibat anomali cuaca, berkembangbiaknya ulat itu bisa terjadi karena pemakaian pestisida secara berlebihan oleh petani, hal ini bisa mengakibatkan terganggunya sirkulasi salah satu kehidupan, termasuk musuh alami ulat tersebut.
"Pestisida yang digunakan secara berlebihan bisa mengakibatkan kehidupan musuh alami ulat terganggu dan tidak sempat berkembangbiak, sehingga tidak mampu mengendalikan populasi ulat," katanya. (E011*E009*M038/K004)
Oleh Oleh Edy M Ya`kub
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011