Benghazi (ANTARA News) - Pemberontak Libya menyatakan, Senin, pasukan Moamer Kadhafi menyerang ladang-ladang minyak di wilayah selatan terpencil yang telah diharapkan bisa digunakan untuk mendanai pemberontakan mereka melawan pemerintah.
"Milisi-milisi rejim menyerang ladang minyak Mislah dan sedang bergerak ke ladang minyak Sarir ke arah selatan lagi," kata Penduduk Libya Demokratis, sebuah kelompok advokasi yang memiliki hubungan dengan pemberontak, dalam sebuah pernyataan, lapor AFP.
"Ladang minyak Nafourah, yang sangat dekat dengan Mislah, akan segera diserang. Semua ladang ini memasok minyak ke Tobruk," kata kelompok itu, dan mereka mendesak NATO dan PBB bertindak untuk mencegah serangan tersebut.
Tuduhan pemberontak itu tidak bisa dikonfirmasi secara independen.
Jumat, Dewan Transisi Nasional (pemberontak) menyatakan, mereka telah mencapai kesepakatan dengan Qatar untuk memasarkan minyak yang diekspor melalui pelabuhan Tobruk yang dikuasai pemberontak, dengan imbalan makanan, obat dan (diharapkan) senjata.
Perjanjian barter itu bertujuan menghindari sanksi internasional yang diberlakukan setelah meletusnya pemberontakan terhadap pemerintah Kadhafi pada Februari, yang segera menyulut perang saudara.
Pasukan Kadhafi menguasai lagi terminal-terminal minyak utama di sebelah selatan Benghazi pekan lalu untuk yang kedua kali dan sejak itu menghentikan pemberontak di luar Braga.
Ali Tarhoni, seorang anggota senior dewan pemberontak yang bertanggung jawab atas masalah perminyakan dan keuangan, mengatakan, Jumat, pihaknya bisa mengekspor hingga 300.000 barel per hari melalui Tobruk asalkan mereka memperoleh kapal untuk mengangkutnya.
Qatar belum mengkonfirmasi berita mengenai perjanjian tersebut.
Ekspor minyak Libya, yang biasanya mencapai sekitar 1,7 juta barel per hari, terhenti sejak kerusuhan meletus.
Sejumlah pemimpin Barat mendesak Kadhafi, yang berkuasa selama lebih dari empat dasawarsa, mengundurkan diri di tengah pemberontakan mematikan terhadap pemerintahnya.
Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada Kamis lalu (17/3).
Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Moamer Kadhafi, yang membuat marah Barat.
Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Kadhafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, kini pasukan Kadhafi dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.
Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.
Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Kadhafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.
Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011