Jakarta (ANTARA News) - Serikat Petani Nasional (SPN) mendesak Kejaksaan Agung mengusut kembali kasus dugaan "mark up" dan penyelewengan kredit oleh PT Anugerah Urea Sakti (AUS) sejumlah Rp129 miliar yang dikucurkan oleh Bank Kaltim untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit plasma.
"Jika penyelidikan ini dibuka kembali dapat memperbaiki citra kejaksaan sebagai alat negara untuk melakukan pemberantasan korupsi," kata Ketua Umum Serikat Petani Nasional Adi Partogi Simbolon dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin.
SPN juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut melakukan penyelidikan bersama kasus itu dengan Kejagung.
Menurut Adi, pada Jumat (1/4), SPN telah melakukan audensi dan menyampaikan surat di Kejagung dan KPK terkait kasus tersebut.
Sebenarnya, kata Adi, kasus tersebut sudah dilaporkan SPN ke KPK pada 2 Februari 2010 dengan bukti pendaftaran nomor 2010-02-000026.
Laporan itu, kata Adi, ternyata ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur pada April 2010, tetapi dalam perjalanannya tiga jaksa penyidik diganti atau dipindahkan karena adanya surat kaleng yang berisi tentang adanya dugaan pemerasan oleh ketiga jaksa tersebut terhadap direksi Bank Kaltim.
Dikatakannya, jika memang ada tindakan pemerasan yang dilakukan ketiga jaksa penyidik, bukan berarti kasus tersebut harus dihentikan.
"Justru dengan adanya dugaan pemerasan yang dilakukan oleh ketiga jaksa penyidik makin memperkuat dugaan bahwa kucuran kredit Bank Kaltim kepada PT Anugerah Urea Sakti ada penyelewengan dan `mark up`," katanya.
Dikatakannya, dugaan "mark up" dan penyelewengan kredit tersebut dibuktikan dengan tidak selesainya pembangunan kebun kelapa sawit plasma. Dari 2200 hektare yang diajukan, yang terealisasi hanya 812 hektare.
Selain itu, berdasar laporan kepala desa Puan Cepak yang mewakili 223 kepala keluarga petani plasma kepada SPN, PT AUS juga melanggar perjanjian yang dibuat dengan petani plasma.
Misalnya, bibit yang digunakan dibawah standar sehingga mudah terserang hama dan pemupukan jarang dilakukan PT AUS.
Padahal dalam proposal pengajuan kredit kepada Bank Kaltim, bibit yang digunakan adalah bibit lonsum dan termasuk pembelian pupuk pada saat masa tanam hingga menghasilkan TBS (tandan buah segar).(*)
(T. S024/S019)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011