Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Moh Jumhur Hidayat dalam bahan tertulis pada rapat dengar pendapat di Jakarta, Senin, dengan Tim Khusus DPR terhadap Penanganan TKI di Saudi Arabia menyebutkan dari jumlah sebanyak itu telah dipulangkan melalui enam tahap tahap sebanyak 2.073 orang sejak 14 Februari hingga 19 Maret lalu dengan pesawat Garuda.
Dalam waktu dekat, katanya, juga akan dipulangkan 2.927 orang dengan menggunakan kapal motor Labobar milik PT Pelni sehingga rencana pemulangan fase I sebanyak 5.000 dapat segera terealisasi dalam waktu dekat.
Sedangkan untuk 45 ribu WNI/TKI "overstayers" sisanya, menurut Jumhur, belum teranggarkan di BNP2TKI pada 2011.
"Oleh karena itu perlu ada tambahan anggaran untuk pelaksanaan pemulangan," katanya pada rapat yang juga dihadiri Mennakertrans Muhaimin Iskandar dan para pejabat dari instansi terkait.
Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IX DPR itu, Jumhur menambahkan perlu koordinasi antarinstansi sesuai hasil kesepakatan rapat pemerintah di Kemenkokesra dan dukungan pendanaan yang harus segera disiapkan
Sedangkan total pemulangan fase I sebanyak 5.000 orang menelan biaya sebesar Rp37,2 miliar dengan rincian utang ke Garuda Rp5,02 miliar, kapal Pelni Rp24,5 miliar, dan biaya lain-lain Rp7,8 miliar.
Ia merinci biaya lain-lain sebesar Rp7,8 miliar berasal dari Kementerian Agama Rp2.593.750.000 untuk penanganan jemaah umroh terlantar di penampungan haji Jeddah, dari Kementerian Sosial Rp400 juta untuk perlindungan sosial (1.000 orang).
Juga dari BNP2TKI Rp1.870.000.000 untuk pemulangan dari Bandara Soekarno-Hatta ke daerah asal, dari Kementerian Kesehatan Rp393.990.000 untuk pelayanan kesehatan, dari Mabes Polri Rp1.983.472.000 untuk pengamanan, identifikasi, dan penindakan hukum, dan dari Kemenkokesra Rp550 juta untuk koordinasi pemulangan.
Jumhur memperkirakan jumlah TKI di Arab Saudi sekitar 1,45 juta orang dengan penyebaran di wilayah akreditasi Konsulat Jenderal RI Jeddah sebanyak 650 ribu orang dan wilayah akreditasi Kedutaan Besar RI Riyadh sekitar 800 ribu orang.
WNI/TKI yang melebihi batas izin tinggal itu, katanya, bermula dari TKI bermasalah yang lari ke berbagai penampungan karena gaji tidak dibayar, perlakuan tidak manusiawi, pekerjaan terlalu berat, pekerjaan tidak sesuai kontrak, pelecehan seksual, penganiayaan, tidak mampu bekerja, dan gegar budaya (cultural shock).
Selain itu, katanya, karena kelemahan sistem seperti koordinasi kurang intensif antara pemerintah RI dengan pemerintah Arab Saudi, belum ada sistem pengelolaan umroh yang baik sehingga berpotensi menjadi "overstayers".
Kemudian, pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS) dan agensi di luar negeri cenderung berorientasi bisnis sehingga mengabaikan sisi perlindungan, sanksi terhadap PPTKIS yang melakukan pelanggaran masih lemah, kurang pembinaan terhadap PPTKIS, belum ada pembinaan terhadap pengguna TKI, data kedatangan belum terinformasikan dengan baik ke KBRI/KJRI.
"Lalu belum ada MoU tentang penempatan TKI informal dan formal antara pemerintah RI dan Arab Saudi, belum ada sistem pengawasan yang efektif dalam memantau kondisi TKI," katanya.
(B009/D009)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011