Pertanyaan-pertanyaan yang berpotensi bias gender juga dapat merugikan posisi perempuan.
Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 868 orang mendaftar menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
Akan tetapi, jumlah pendaftar perempuan masih kurang dari 30 persen sebagaimana diamanahkan oleh undang-undang.
Data laman resmi Tim Seleksi KPU dan Bawaslu, http://seleksikpubawaslu.kemendagri.go.id, yang diakses di Jakarta, Selasa, total 868 orang mendaftar sebagai anggota KPU dan Bawaslu sampai batas akhir pendaftaran pada hari Senin (15/11).
Dari jumlah itu, 492 orang melamar sebagai anggota KPU, sementara 376 lainnya mendaftar sebagai anggota Bawaslu periode 2022—2027.
Walaupun demikian, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) mencermati partisipasi perempuan pada tahapan pendaftaran belum menyentuh angka 30 persen sebagaimana yang diperintahkan oleh undang-undang.
Wakil Direktur Eksekutif Puskapol UI Hurriyah saat audiensi dengan Tim Seleksi KPU/Bawaslu secara virtual, Selasa, menyampaikan jumlah pelamar perempuan untuk anggota KPU periode 2022—2027 mencapai 27,6 persen, sementara pendaftar perempuan sebagai anggota Bawaslu sebanyak 25 persen.
"Ada gap cukup besar. Jumlah perempuan itu belum pernah mencapai 30 persen dari total pendaftar seleksi KPU RI dan Bawaslu RI," kata Hurriyah ke anggota Tim Seleksi.
Peneliti Senior Puskapol UI itu menyebutkan pada tahun 2012 jumlah pendaftar perempuan sebagai anggota KPU sebanyak 18,3 persen dari total pelamar 606 orang, dan 14,3 persen pendaftar perempuan sebagai anggota Bawaslu RI dari total 294 pelamar.
Pada tahun 2016, kata dia, jumlah pendaftar perempuan meningkat menjadi 29,2 persen untuk anggota KPU RI dari total 325 pelamar, sementara 26,4 persen dari total 239 pelamar anggota Bawaslu RI adalah perempuan.
Menurut Hurriyah, angka keterwakilan perempuan perlu menjadi perhatian karena KPU dan Bawaslu RI sebagai penyelenggara pemilihan umum harus menjadi lembaga negara yang inklusif.
Lembaga negara dapat disebut inklusif, menurut dia, jika dapat menunjukkan antara lain partisipasi perempuan yang memadai secara kuantitas dan kualitas.
"Lembaga penyelenggara pemilu merupakan jantung pembuatan keputusan politik yang mengatur seleksi kepemimpinan negara secara jujur, adil, demokratis, dan berintegritas," kata Hurriyah.
Oleh karena itu, dia mendorong Tim Seleksi Anggota KPU dan Bawaslu RI Periode 2022—2027 menetapkan langkah-langkah serius dan sistematis sehingga ada peningkatan partisipasi perempuan pada lembaga penyelenggara pemilu.
Walaupun demikian, dia menyadari ada berbagai tantangan yang dihadapi oleh perempuan dalam proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu RI
Ia menyebutkan tantangan itu, antara lain sosialisasi terhadap pendaftaran anggota KPU dan Bawaslu terhadap tokoh-tokoh perempuan yang potensial cukup kurang, sementara banyak pendaftar yang belum punya pengalaman cukup memenuhi persyaratan administratif.
Tidak hanya pada tahapan persyaratan administratif, tantangan lain yang dihadapi perempuan juga pada seleksi tertulis dan wawancara.
Hurriyah menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang berpotensi bias gender juga dapat merugikan posisi perempuan.
"Di tingkat daerah ini kelihatan sekali, misalnya ketika perempuan mendaftar, curhat yang kami terima, ketika mereka hamil, single mother (ibu tunggal), misalnya soal izin dari suami dan keluarga. Pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak dialamatkan kepada pelamar perempuan daripada laki-laki," kata Hurriyah.
Seleksi Anggota KPU dan Bawaslu RI berlangsung sejak 15 Oktober 2021 sampai 7 Januari 2022.
Baca juga: Kemendagri sosialisasi seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu
Baca juga: Timsel buka ruang partisipasi publik dalam proses seleksi
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021