"Dari data selama ini tercatat ada 2.613 kepala keluarga (KK) yang kehilangan tempat tinggal, tetapi setelah dilakukan pendataan ulang lebih teliti, ternyata masih ada yang belum tercatat sebanyak 23 KK," kata Bupati Sleman Sri Purnomo, Jumat.
Menurut dia, 23 KK itu saat ini masih berada di barak pengungsi, dan mereka nanti akan ditempatkan di "shelter" Desa Glagahharjo dan Umbuhharjo.
"Mereka yang belum terdata itu langsung kami akomodir, dan mereka akan kami tempatkan di `shelter` Desa Glagaharjo di Banjarsari, dan `shelter` Umbulharjo di Plosokerep," katanya.
Ia mengatakan untuk memenuhi kebutuhan warga di "shelter", Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman telah menyerahkan paket kebutuhan sehari hari dan dana jaminan hidup (jadup) senilai Rp5.000 per jiwa selama satu bulan.
"Sedangkan untuk jadup selanjutnya, kami belum memperoleh jawaban dari pemerintah pusat, padahal masyarakat sangat membutuhkan, sehingga kami mohon perhatian dari pemerintah provinsi mengenai hal itu. Pemerintah Kabupaten Sleman telah dan akan memberikan bantuan jadup berupa beras dan mie instan," katanya.
Sri Purnomo mengatakan dari total 2.356 unit "shelter" yang saat ini siap dihuni, yang sudah ditempati sekitar 81 persen, atau 1.899 unit.
"Kami berharap `shelter` yang saat ini belum selesai dibangun, dapat segera rampung, sehingga seluruh korban bencana erupsi Merapi yang kehilangan rumah, segera mendapatkan tempat hunian, karena mereka sudah lebih dari empat bulan berada di barak pengungsi," katanya.
Ia mengatakan dengan telah selesainya pembangunan "shelter", diharapkan bisa menjadi "balai somah" sementara yang bisa ditempati warga korban Merapi dengan lebih nyaman dibanding ketika masih di barak pengungsi.
"Dengan demikian, warga bisa lebih serius dalam bekerja dan beraktivitas untuk kepentingan perekonomian keluarga," katanya.(*)
(U.V001/M008)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011