Jakarta (ANTARA) - Indonesian Gastronomy Community (IGC) mereplikasi makanan yang terdapat pada relief Candi Borobudur dalam rangkaian Gastronosia: dari Borobudur untuk Nusantara.
“Gastronomi Indonesia merupakan salah satu budaya yang perlu diperhatikan. Jangan sampai daerah wisata kalah dengan budaya asing sehingga makanan dan minuman yang khas dikalahkan oleh brand-brand lain yang datang dari luar wilayah,” ujar Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad.
Hilmar menambahkan replikasi makanan yang diwujudkan dalam rekonstruksi Perjamuan Shima tersebut merupakan hasil riset dari tim IGC.
Hilmar mengucapkan terimakasih atas hasil dari pekerjaan riset dan pendalaman materi yang telah dilakukan oleh IGC.
Baca juga: Mengenal 9 tema wisata tematik "Borobudur Trail of Civilization"
“Saya memohon produk lokal harus diangkat, dan dipergunakan atau dikonsumsi dengan bangga oleh masyarakat Indonesia sendiri, dan diperkenalkan ke mancanegara,” harap Hilmar.
Gastronosia: dari Borobudur untuk Nusantara, diselenggarakan pada 29 Oktober hingga 30 Oktober 2021 di kawasan Taman Wisata Candi Borobudur, Jawa Tengah.
Gastronosia adalah rangkaian acara berkonsep pada perjalanan untuk memaknai sejarah gastronomi Jawa Kuno Abad VIII-X. Rangkaian kegiatan tersebut diantaranya Gastronosia Tour, Pameran Rekonstruksi Makanan Kuno Abad VIII-X Masehi, Pelatihan Pemanfaatan 'Gastro Story Telling' bagi Pelaku Usaha Restoran dan Industri Gastronomi, dan Webinar Membuka Peluang Usaha dan Bisnis Gastronomi. Puncaknya adalah jamuan makan malam Shima di salah satu restoran di kawasan Candi Borobudur.
Baca juga: Kemenparekraf luncurkan pola perjalanan wisata tematik di Borobudur
Mahamangsa yang merupakan makanan dari era Mataram Kuno yang disajikan khusus untuk raja. Pada acara-acara tertentu, hidangan itu disuguhkan pula pada pemimpin-pemimpin wilayah yang telah diangkat menjadi pemimpin Shima atau kepada mereka yang berjasa pada raja.
Ketua Umum IGC, Ria Musiawan, berharap kegiatan tersebut dapat melestarikan tradisi dan budaya yang menjadi kekayaan bagi Indonesia, salah satunya warisan kuliner kuno dari leluhur untuk wujudkan selera Indonesia untuk dunia.
Baca juga: Sebagian pengunjung Borobudur belum siapkan aplikasi pedulilindungi
Gastronomi Indonesia adalah salah satu yang terkaya di dunia, dan penuh dengan cita rasa yang kuat. Kekayaan jenis masakannya merupakan cermin keberagaman budaya dan tradisi nusantara yang terdiri dari 6.000 pulau berpenghuni, dan menempati peran penting dalam budaya nasional Indonesia secara umum.
"Kegiatan Gastronosia ini menikmati suasana dari candi ke candi, untuk menyusuri kuliner masa lampau. Kemudian, kami mengikuti jamuan minuman rempah, dan sajian makan malam ala raja di Bale Raos - Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Selain itu kami juga menyelenggarakan pelatihan Gastro Story Telling dan peluang berbisnis gastronomi, sambil memahami sejarah makanan kuno Abad VIII - X. Dan puncak perjalanan kita akhiri dengan menjadi raja semalam pada 'Perjamuan Shima' yang merupakan perjamuan malam ala raja abad VIII – X Masehi dengan merekonstruksi kembali relief makanan yang terdapat pada Candi Borobudur dan disuguhkan kepada para tamu undangan dengan meriah dan semarak dengan berlatarkan kemegahan Candi Borobudur," kata Ria Musiawan.
Ketua panitia Gastronosia, Nia Sarinastiti, berharap kegiatan itu dapat menjadi alat kampanye dan diseminasi bahan pangan, makanan dan gizi yang baik yang berasal dari akar budaya bangsa Indonesia ke khalayak nasional maupun internasional.
“Serta dapat melengkapi dan memperluas narasi baru tentang Candi Borobudur serta dapat melestarikan tradisi dan budaya yang menjadi kekayaan bagi Indonesia, salah satunya warisan kuliner kuno dari leluhur kita, untuk wujudkan selera Indonesia untuk dunia,” kata Nia.
Pewarta: Indriani
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021