Bogor (ANTARA News) - Dosen rekreasi anak dan penyandang cacat Direktorat Diploma Institut Pertanian Bogor Dr Ir Ricky Avenzora, MSc mengatakan penyandang autisme pasti memiliki potensi keluhuran kognitif yang luar biasa, meskipun gejala klinisnya tergolong bersifat hypo (low performing).
"Jika selama ini banyak anggota masyarakat menjadikan penyandang autisme dan keluarganya sebagai bahan ejekan, maka kini saatnya kita membuka mata dan menyadari bahwa sesungguhnya penyandang autisme mempunyai potensi keluhuran kognitif yang luar biasa," katanya kepada ANTARA di Bogor, Jawa Barat, Kamis malam.
Oleh karena itu, kata dia, Hari Autisme Internasional 2 April perlu dijadikan momentum penting untuk membangun kesadaran yang lebih baik bagi bangsa Indonesia dalam memahami tentang sindrom-autis.
"Jika dulu banyak pihak menyamakan autisme sebagai bagian dari mental-retardasi, maka dalam 10 tahun terakhir semakin banyak literatur yang menunjukkan autisme tidak sama dengan retardasi-mental," katanya.
Ia mengatakan apabila dalam menghadapi meningkatnya prevalensi kasus autisme di Indonesia (dari 1/1000 kelahiran naik menjadi 8/1000 kelahiran dalam 10 tahun terakhir), pemangku kepentingan dapat menyatukan langkah bersama dengan cara yang tepat, baik dan benar, maka dalam 20 tahun mendatang bangsa ini akan mempunyai banyak ahli sekaliber Albert Einstein yang juga menyandang autisme.
Untuk itu, kata dia, berbagai dinamika egosentris yang ada selama ini dalam menangani kasus autisme di Indonesia harus diubah menjadi suatu pola tindak yang bersifat kolaboratif, terintegrasi dan terukur dengan baik dan benar.
Oleh karena itu, menurut dia kerja sama antara berbagai profesi keahlian yang berkompetensi untuk menangani autisme harus segera diwujudkan secara terbuka, sehingga berbagai keterlanjuran "penghakiman sosial" maupun dalam penanganan medis terhadap penyandang autisme tidak perlu terjadi lagi.
Di lapangan, kata dia, banyak ditemukan kasus keterlanjuran penanganan autisme yang mengakibakan hilangnya potensi keluhuran kognitif pada diri penyandang autisme, terutama akibat pemberian obat-obatanan tertentu yang ditujukan untuk mengendalikan gejala hiperaktif mereka.
Observasi dan studi
Ia mengungkapkan berdasarkan hasil observasi dan studi yang dilakukan pihaknya selama enam tahun terakhir dalam bidang ilmu "recreation for the minors" (ilmu rekreasi untuk anak-anak, manula, penyandang cacat dan manusia berkebutuhan khusus), yaitu salah satu ilmu dasar dalam "ecotourism planning", menunjukkan bahwa kemampuan anak autis dalam memahami suatu permainan tidak kalah dari anak-anak yang tergolong dalam "main stream" (normal).
"Bahkan, tidak jarang dijumpai anak penyandang autisme yang mempunyai logika mereka tersendiri untuk memahami, memainkan hingga memenangkan suatu permainan dan mencapai kepuasan dalam melaksanakan suatu kegiatan rekreasi," kata doktor lulusan Universitas George August Gottingen Jerman itu.
Hal ini, kata dia sejalan dengan berbagai hasil studi dalam bidang neurologi yang mengatakan bahwa setidaknya satu dari 10 anak autis adalah akan tergolong SAVANT, yaitu suatu kemampuan kognitif yang super-genius.
Ricky Avenzora menyatakan bahwa pemerintah harus segera memikirkan proses pendidikan yang lebih baik dan adil bagi penderita autis dan bagi seluruh anggota masyarakat lain yang tergolong berkebutuhan khusus.
"Kawan-kawan dari ilmu pendidikan harus pula segera membangkitkan gairah para mahasiswanya untuk mau mengambil jurusan pendidikan bagi anggota masyarakat yang tergolong berkebutuhan khusus, dan mereka
harus pula dididik, setidaknya hingga taraf master (S2), sehingga mereka betul-betul siap dan mempunyai kematangan pengetahuan dan pengalaman untuk mendidik dan melatih para penyandang autisme yang
mempunyai spektrum gejala klinis yang sangat luas dan spesifik," katanya.
Ia menegaskan bahwa pola penanganan penyandang autis yang hanya didasarkan pada suatu standar operasional prosedur (SOP) umum sangat tidak memadai dan merugikan, seiring dengan sangat spesifiknya gejala klinis di antara penyandang autisme.(*)
(T.A035/M008)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011