Surabaya (ANTARA News) - Penutupan lokalisasi di Kota Surabaya akan dilakukan secara bertahap dengan terlebih dulu melakukan pendataan penghuni lokalisasi.
"Untuk tahap awal, Dinsos dan Biro Kesra Jatim akan melakukan pendataan penghuni Lokalisasi Bangunsari," kata Sekretaris Daerah Provinsi Jatim, Rasiyo, di Surabaya, Kamis.
Lokalisasi Bangunsari dipilih sebagai proyek percontohan sebelum Pemprov Jatim menutup Lokalisasi Dolly dan Lokalisasi Kremil.
Namun, sebelum menutup lokalisasi, Pemprov Jatim akan memberikan pelatihan keterampilan kepada setiap pekerja seks komersial (PSK) sesuai dengan bakat dan minat masing-masing.
"Keterampilan bisa berupa merias pengantin, meracang, menjahit, dan memasak atau usaha katering," kata mantan Kepala Dinas Pendidikan Jatim itu.
Setelah mendapatkan pelatihan, lanjut Rasiyo, Pemprov Jatim akan memberikan bantuan modal kepada setiap PSK untuk mengembangkan usahanya.
"Yang ingin mendapatkan pelatihan dan bantuan modal usaha, syaratnya harus meninggalkan pekerjaannya sebagai pelacur dan keluar dari lokalisasi," katanya.
Menurut dia, program tersebut diluncurkan karena mayoritas penghuni lokalisasi kerap menjadikan keterbatasan ekonomi sebagai alasan terjun menjadi pelacur.
Pemprov Jatim sudah lama berencana menutup Lokalisasi Dolly yang disebut-sebut sebagai lokalisasi terbesar di negara-negara kawasan Asia Tenggara.
Namun, sejauh ini rencana tersebut dinilai kurang matang mengingat pemerintah belum memiliki rencana tindak lanjut terkait nasib para penghuni lokalisasi.
Penutupan lokalisasi tersebut terkait dengan upaya pemerintah mengurangi jumlah penderita HIV/AIDS. Data Dinas Kesehatan Kota Surabaya menyebutkan dari 1.287 PSK yang berpraktik di Lokalisasi Dolly, sekitar 900 orang di antaranya mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS).
Berdasar catatan puskesmas setempat, IMS yang diidap PSK Dolly adalah HIV/AIDS, "gonore", "sipilis", "herpes", "kondiloma", "kandida", dan "trikomonas vaginalis".(*)
(T.M038/I007)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011