Kenapa mahal, karena harga cumi di tahun 2010 hanya Rp16 ribu, saat ini rata-rata Rp60 ribuJakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan Harga Patokan Ikan (HPI) terbaru seperti dalam Peraturan Pemerintah No 85/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada KKP, guna mengantisipasi potensi kerugian negara.
"Ada potensi kerugian negara dengan tidak berubahnya harga patokan ikan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Maka dari itu, kami benahi melalui PP No 85/2021," kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini dalam siaran pers di Jakarta, Minggu.
Zaini menerangkan perubahan HPI sebagaimana terdapat dalam PP tersebut sesuai dengan data harga ikan di 124 pelabuhan perikanan yang dikumpulkan sejak dua tahun terakhir.
Menurutnya, wajar bila terjadi perubahan HPI sebab harga rata-rata komoditas pada 10 tahun lalu sudah tidak sama dengan tingkat harga rata-rata yang ada saat ini.
Untuk menjawab aspirasi masyarakat perikanan terkait peningkatan HPI sampai 400 bahkan 500 persen, pihaknya telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 97 Tahun 2021 tentang Harga Patokan Ikan dan Kepmen KP Nomor 98 Tahun 2021 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan, untuk merevisi aturan sebelumnya.
Baca juga: Menteri KP: Pemutakhiran Harga Patokan Ikan demi sejahterakan nelayan
"Kalau kemarin yang tertinggi (alat tangkap) longline dan pancing cumi bisa mencapai 400 dan 500 persen. Itu yang paling besar. Dengan sekarang direvisi sudah menjadi 104 persen (kenaikannya). Kenapa mahal, karena harga cumi di tahun 2010 hanya Rp16 ribu, saat ini rata-rata Rp60 ribu. Sekarang sudah diterima pelaku usaha karena sudah ada perubahan harga. Kalau selain alat tangkap cumi dan longline sudah di bawah 100 persen," paparnya.
Sesuai PP Nomor 85 Tahun 2021, formulasi pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terbagi dalam tiga kategori yakni penarikan pra produksi, pasca produksi dan sistem kontrak.
Untuk sistem pasca produksi sendiri, masih menurut dia, baru akan diterapkan menyeluruh di pelabuhan perikanan pada awal tahun 2023 menggantikan sistem pra produksi.
Sementara untuk pelaksanaan sistem kontrak, lanjutnya, maka mekanismenya dalam tahap penggodokan.
Zaini juga menegaskan kapal penangkap ikan ukuran di bawah 30 GT yang dikenai PNBP sesuai PP 85/2021 adalah yang menangkap di atas 12 mil dengan izin dari KKP. Sementara kapal ukuran serupa yang beroperasi di bawah 12 mil, tidak dikenai PNBP dan izinnya dari Pemda.
Baca juga: FK2PT: Kebijakan kelautan perikanan jangan maju mundur
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021