"Harapan kami saat ini hanyalah bagaimana kami ini dan juga rumah maupun harta benda kami bisa selamat dari ancaman terjangan banjir lahar dingin Merapi yang melewati aliran Sungai Opak ini."
Begitulah sebuah kalimat penuh harapan yang terlontar dari Samsudin, warga Randusari, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Rabu (30/3).
Harapan ini diungkapkan Samsudin, karena banjir lahar dingin saat ini telah mengancam wilayah kampungnya di bantaran Sungai Opak yang merupakan sungai berhulu di lereng Merapi dan merupakan jalur utama lahar dingin.
"Pada kejadian banjir lahar dingin pekan lalu, bagian belakang rumah kami sudah hancur akibat diterjang luapan banjir yang membawa material vulkanik Gunung Merapi, akankah nanti seluruh rumah dan isinya juga akan hanyut terbawa banjir lahar, karena saat ini hujan masih sering turun sehingga ancaman banjir lahar juga masih tetap tinggi," katanya.
Ia mengatakan, dirinya bersama dengan warga lainnya saat ini merasa sangat resah, dan bayangan ancaman banjir lahar dingin terus menghantui seluruh warga kampung yang berjarak sekitar 25 kilometer dari Gunung Merapi tersebut.
"Kami sangat mengharapkan adanya jaminan keamanan dari pemerintah, setidaknya bagaimana antisiapasi agar banjir lahar tidak menerjang wilayah kampung kami, memang kami tidak tahu bagaimana caranya, apakah dengan pembuatan tanggul di sekitar sungai atau dengan penggerukan dasar sungai," katanya.
Samsudin sendiri mengaku setelah bagian belakang rumahnya roboh diterjang banjir lahar dingin, dirinya bersama dengan keluarga yang berjumlah sembilan orang berinisiatif untuk mengontrak rumah di lokasi yang lebih aman sekitar 50 meter dari rumahnya.
"Tidak ada pilihan lagi, demi keselamatan seluruh anggota keluarga kami harus mencari kontrakan yang lebih aman, meskipun rumah kontrakan ini hanya digunakan tidur saat malam hari untuk menghindari ancaman banjir yang sewaktu-waktu datang," katanya.
Langkah antisipasi yang sudah dilakukan warga adalah membuat tanggul menggunakan karung berisi pasir untuk mengurangi tekanan air.
Ia juga memperoleh bantuan secara pribadi dari warga Bokoharjo untuk membeli batu sebagai tanggul. "Bantuan resmi belum ada, tapi kalau bantuan secara pribadi ada dan saya belikan batu untuk tanggul," katanya.
Samsudin juga masih bingung ke depan akan membangun tanggul yang lebih kuat atau membiarkan begitu saja. Pasalnya banjir sulit ditebak sehingga tidak ingin upayanya sia-sia.
Warga sendiri saat ini mulai mengumpulkan dana swadaya masyarakat untuk membangun tanggul dan sampai saat ini belum ada peranan dari pemerintah untuk membangun pelindung Sungai Opak di Prambanan.
"Ada sekitar 10 rumah dan mushala di Dusun Randusari yang berada di pinggir Sungai Opak ini," katanya.
Sedangkan Amat Sumardi tetangga satu kampung Samsudin mengatakan rumahnya masih utuh meski terkena banjir dan hanya kayu yang digunakan bahan baku membuat kusen ikut hanyut.
"Setiap terjadi banjir kami warga kampung langsung mengungsi di tempat yang lebih aman," katanya.
Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban, Kecamatan Prambanan Bambang mengatakan ambrolnya rumah di bantaran Sungai Opak karena aliran sangat besar.
"Pemerintah kecamatan telah melakukan pendataan dan beberapa dusun di bantaran kali Opak yang terancam melakukan antisipasi pemasangan tanggul karung pasir, di rumah Samsudin itu karena banjirnya sangat besar, air bercampur material langsung menghantam bagian belakang rumah sampai ambrol," katanya.
Ancaman banjir lahar dingin Gunung Merapi melalui aliran Sungai Opak saat ini sudah meluas hingga di daerah Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Saat puluhan rumah warga di sekitar bantaran Sungai Opak di Desa Bokoharjo Kecamatan Prambanan terancam banjir lahar dingin," kata Kepala Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan Suharyono.
Menurut dia, rumah-rumah warga tersebut berada di tujuh pedukuhan meliputi Pulerejo, Ngablak, Ledoksari, Randusari, Ringinsari, Pelemsari dan Gendukan.
"Banjir lahar dingin besar yang menerjang aliran Sungai Opak beberapa waktu lalu mengakibatkan satu rumah rusak karena tergerus luapan banjir, sedangkan lainnya sudah dalam kondisi terancam," katanya.
Ia mengatakan, dari ketujuh padukuhan tersebut untuk Pedukuhan Pulerejo sebanyak lima rumah, Ngablak 30 rumah, Ledoksari 20, Randusari tiga, Ringinsari tiga, Pelemsari 10 dan di Pedukuhan Gendukan ada enam rumah.
"Kami terus berupaya melakukan antisipasi terutama di lokasi rawan dengan membuat tanggul penahan di kiri kanan sungai setinggi dua meter. Kami juga melakukan sosialisasi warga di bantaran sungai agar meningkatkan kewaspadaan, khusunya jika di lereng Merapi turun hujan deras," katanya.
Suharyono mengatakan, pihaknya juga terus memantau kondisi aliran Sungai Opak jika di lereng Merapi turun hujan deras.
"Kami selalu menjalin koordinasi dengan sesama perangkat desa baik di Kecamatan Cangkringan maupun Ngemplak untuk informasi jika terjadi aliran lahar dari lereng Merapi," katanya.
Ia mengatakan, untuk mengurangi pendangkalan sungai akibat penumpukan endapan material yang terbawa arus banjir pihaknya sudah melakukan pembuatan palung dan pengerukan sungai menggunakan alat berat terutama di pedukuhan Pelemsari tepatnya di kompleks Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) Bokoharjo.
"Kami telah berkoordinasi koordinanasi dengan Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral (SDAEM) Kabupaten Sleman untuk pembuatan palung dengan pengerukan, saat ini kegiatan tersebut terus dilakukan secara intensif agar tumpukan material di atas berkurang," katanya.
Dana Normalisasi Sungai Habis
Harapan warga tersebut nampaknya dalam waktu dekat ini belum akan bersambut, karena dana untuk kegiatan normalisasi sungai berhulu Gunung Merapi.
Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta baru mengajukan lagi dana untuk kegiatan normalisasi sungai yang berhulu Merapi karena dana dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah habis.
"Saat ini kegiatan normalisasi sungai terus dilakukan sebab ancaman banjir lahar dingin masih terus ada selama masih musim hujan. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Sleman mengajukan lagi permohonan bantuan dana untuk normalisasi sungai," kata Kepala Dinas Sumber Daya Air, Energi, dan Mineral (SDAEM) Sleman Widi Sutikno.
Menurut dia, permohonan bantuan dana tersebut dalam waktu dekat ini akan segera dikirimkan agar kegiatan normalisasi aliran sungai tidak berhenti.
"Saat ini kami berpacu dengan cuaca untuk normalisasi aliran sungai berhulu Merapi, khususya Sungai Opak dan Gendol, karena saat ini masih musim hujan maka ancaman banjir lahar dingin masih tetap tinggi sehingga akan sangat berbahaya jika normalisasi sungai sampai terhenti," katanya.
Ia mengatakan, sebenarnya tugas normalisasi aliran sungai tersebut merupakan kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu-Opak yang menjadi pengampu daerah aliran sungai di bawah Kementrian Pekerjaan Umum (PU).
"Karena lokasi normalisasi aliran sungai tersebut berada di Kabupaten Sleman maka kami juga turun membantu," katanya.
Widi mengatakan, anggaran dari BNPB sebelumnya telah digunakan untuk mengoperasionalkan alat berat di 56 titik, sedangkan BBWS Serayu-Opak sudah mengerahkan 80 unit alat berat.
"Alat berat milik Pemkab Sleman sebagian besar difokuskan di Sungai Opak dan Gendol, sementara dari BBWS Serayu-Opak, saya kurang tahu, apakah digunakan di Sleman atau di Jawa Tengah karena mereka melaporkannya ke pusat," katanya.
Ia berharap, pemerintah pusat bisa kembali mengucurkan dana untuk program normalisasi aliran sungai berhulu Merapi.
"Jika tidak ada bantuan dari pusat maka kegiatan normlaisasi sungai ini bisa terhenti, dan ini sangat besar risikonya karena cuaca masih tidak menentu," katanya.
Program normalisasi ini sendiri meliputi tiga tahapan yakni pembuatan "guide chanel" agar aliran sungai tidak meluap ke mana-mana, pembuatan tanggul dan pengambilan material di aliran sungai. (V001/KWR/K004)
Oleh Oleh Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011