London (ANTARA News/AFP) - Inggris mengusir lima diplomat Libya, termasuk atase militer, karena mengintimidasi kelompok-kelompok oposisi di London, kata Menteri Luar Negeri William Hague, Rabu.
"Menggarisbawahi kekhawatiran besar kami atas tingkah laku rejim (Libya), saya mengumumkan kepada parlemen bahwa kami hari ini mengambil langkah-langkah untuk mengusir lima diplomat di kedutaan besar Libya di London, termasuk atase militer," kata Hague kepada parlemen, demikian AFP melaporkan.
"Pemerintah juga menilai bahwa jika individu-individu ini tetap berada di Inggris, maka mereka bisa menimbulkan ancaman bagi keamanan kita," katanya.
Seorang juru bicara kementerian luar negeri mengatakan, diplomat-diplomat yang diusir itu diyakini sebagai pendukung kuat pemimpin Libya Moamer Kadhafi, yang dituntut mengundurkan diri oleh Inggris dan negara-negara lain.
"Kami tidak akan memberikan penjelasan terinci mengenai kegiatan mereka," kata juru bicara itu.
"Namun kami yakin mereka termasuk pendukung terkuat Kadhafi di kedutaan itu, mereka telah menekan oposisi Libya dan kelompok-kelompok mahasiswa di Inggris dan ada risiko bahaya bagi keamanan nasional Inggris jika mereka tetap tinggal," tambahnya.
Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan sebelumnya, ia tidak akan mengesampingkan upaya mempersenjatai pemberontak Libya yang memerangi rejim Kadhafi.
Belum ada reaksi segera dari kedutaan besar Libya di London mengenai pengusiran itu.
Pemrotes oposisi naik ke atap kedutaan itu -- yang secara resmi dikenal sebagai Biro Rakyat Libya -- pada 16 Maret dan mengganti bendera rejim Kadhafi dengan bendera yang digunakan pemberontak Libya.
Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada Kamis lalu (17/3).
Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Moamer Kadhafi, yang membuat marah Barat.
Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Kadhafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, kini pasukan Kadhafi dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.
Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.
Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Kadhafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.
Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011