Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan barang bukti dan dua tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.
Dua tersangka bernama Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru. Keduanya merupakan pihak pemberi kasus tersebut.
"Hari ini tim jaksa menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti (tahap II) dari tim penyidik karena pemberkasan perkara tersangka MRH dan tersangka FH telah dinyatakan lengkap," ucap Plt. Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ipi mengatakan bahwa penahanan keduanya dilanjutkan kembali oleh tim jaksa masing-masing selama 20 hari ke depan, terhitung mulai 12 November sampai dengan 1 Desember 2021. Marhaini ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, sementara Fachriadi ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 (Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK).
"Dengan tenggang waktu 14 hari kerja, tim jaksa segera menyusun dan melimpahkan berkas perkara ke pengadilan tipikor. Pelaksanaan persidangan diagendakan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin," ucap Ipi.
Selain Marhaini dan Fachriadi, KPK juga telah menetapkan Maliki (MK) selaku Plt. Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara. Ia merupakan penerima suap kasus tersebut.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara telah merencanakan lelang proyek irigasi, yaitu rehabilitasi jaringan irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp1,9 miliar, dan rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp1,5 miliar.
Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah lebih dahulu memberikan persyaratan lelang kepada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen fee sebesar 15 persen.
Saat penetapan pemenang lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dimenangkan oleh CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar dan proyek rehabilitasi jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar.
Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.
Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada Maliki yang diserahkan oleh Mujib sejumlah Rp170 juta dan 175 juta dalam bentuk tunai.
Sebagai pemberi, Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 KUHP.
Sementara itu, Maliki sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 KUHP jo. Pasal 65 KUHP.
Baca juga: KPK usut peran mantan Gubernur Kepri terkait kasus Bupati Bintan
Baca juga: KPK cegah Bupati Hulu Sungai Utara bepergian ke luar negeri
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021