Loondon (ANTARA News/IRNA-OANA) - Para aktivis anti-perang akan mengadakan protes terhadap konferensi internasional pada Selasa mengenai masalah Libya di London yang dicetuskan oleh pemerintah Inggris.
"Sangat penting bagi dunia agar melihat adanya oposisi besar di sini terhadap rencana mereka," kata gerakan Hentikan Koalisi Perang (STWC), yang mengatur unjuk rasa di luar Lancaster House, lokasi pelaksanaan konferensi tersebut.
STWC mengritisi Menteri Luar Negeri Inggris William Hague karena bersikap "selalu ingin Inggris berada di garis depan" dalam intervensi militer yang diluncurkan lebih dari sepekan lalu.
Jajak pendapat pertama mengenai intervensi itu pekan lalu menyebutkan publik Inggris berbeda pendapat dengan pemerintahnya atas peran yang condong dalam penggunaan tindakan militer, yaitu 53 persen setuju bahwa tidak dapat diterima tentara angkatan bersenjata Inggris berada dalam bahaya luka atau kematian sementara mencoba melindungi pasukan oposisi Libya.
Perdana Menteri Inggris David Cameron, dalam mengonfirmasi rincian konferensi tersebut, mengatakan pada Senin akan dibuka secara meluas yang akan dihadiri oleh lebih dari 40 negara, tetapi mengumumkan hanya akan lima negara Arab yang turut serta.
Cameron juga mengonfirmasi pihaknya telah sepakat bahwa NATO akan mengambil alih komando dan kendali seluruh aspek dari operasi militer yang berjalan di Libya setelah pemberlakuan zona larangan terbang dan menegakkan embargo persenjataan dan tidak "seluruh" anggota permanen dewan keamanan PBB akan menghadiri konferensi itu.
Menurut kantor Kementerian Luar Negeri Inggris, tujuan konferensi itu untuk mendemonstrasikan "kesatuan tujuan komunitas internasional, menyatukan beberapa kelompok negara yang berkomitmen terhadap masa depan lebih baik untuk rakyat Libya."
Konferensi tersebut juga mengirimkan "pesan tegas" untuk meneruskan penerapan Resolusi DK PBB no.1973 dan mempelajari pengalaman masa lalu dengan membentuk "kelompok meluas dalam mencari dukungan jangka panjang, termasuk bantuan kemanusiaan dan dukungan internasional bagi warga Libya saat mereka transit menuju masa mendatang."
Ketika ditanya mengenai keterlibatan negara-negara Arab, juru bicara Kementerian Luar Negeri Barry Marston mengatakan kepada IRNA bahwa penting untuk memiliki "strategi kawasan terkoordinasi."
Dalam seruan supaya dapat menunjukkan kekompakan komunitas internasional, Marston juga mengakui bahwa China dan Rusia, yang abstain dalam resolusi PBB, tidak sepenuhnya mengonfirmasi kehadiran pihaknya, khususnya Rusia yang "kemungkinan tidak" berpartisipasi.(*)
(Uu.KR-IFB/B/H-RN)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011