Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan memaksimalkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan khususnya panas bumi, air, dan bahan bakar nabati sebelum memutuskan menggunakan tenaga nuklir.
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Luluk Sumiarso di Jakarta, Selasa mengatakan, pemanfaatan energi nuklir merupakan opsi terakhir.
"Namun, opsi terakhir itu bukan berarti nuklir tidak dipersiapkan. Tetap dipersiapkan, hanya saja, sekarang ini kami maksimalkan peran EBT yang lain seperti panas bumi, air, dan BBN yang potensinya cukup besar," katanya.
Menurut dia, pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) akan dilakukan dengan prinsip selaras, siap, dan selamat.
"Namun, pemanfaatan energi nuklir sebelumnya membutuhkan keputusan politik," katanya.
Kerusakan PLTN di Fukushima, Jepang akibat tsunami, lanjutnya, akan menjadi pembelajaran bagi Indonesia.
Luluk juga mengatakan, pemerintah sedang merevisi aturan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi yang sebelumnya ditargetkan 17 menjadi 25 persen pada tahun 2025.
"Revisi bauran energi itu dengan memasukkan nuklir dan tanpa nuklir," katanya.
Menurut dia, pemerintah juga akan melakukan upaya dan langkah percepatan pemanfaatan EBT.
Saat ini, pemerintah tengah melaksanakan pembangunan proyek pembangkit 10.000 MW tahap kedua yang sebagian besar bersumber energi panas bumi dan air.
Pemerintah, tambahnya, juga sudah melakukan terobosan dengan mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomer 2 Tahun 2011 tentang Penugasan kepada PT PLN (Persero) Melakukan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari PLTP.
Sesuai permen yang ditandatangani Menteri ESDM Darwin Saleh pada 16 Februari 2011 itu, maka pemerintah mewajibkan PLN membeli listrik PLTP dengan harga ditetapkan maksimal 9,7 sen dolar AS per kWh.
Menurut dia, sebagai tindak lanjut permen tersebut, pada 11 Maret lalu, PLN telah menandatangani satu kontrak pembelian listrik (power purchase agreement/PPA) dengan PT Westindo Utama Karya sebagai pemenang lelang panas bumi yang dilakukan pemda.
Kontrak PPA yang merupakan pertama kalinya setelah keluarnya UU Nomer 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi tersebut untuk pengembangan PLTP Atadei, NTT berkapasitas 2x2,5 MW.
Dalam waktu dekat, akan ditandatangani lagi 11 PPA PLTP yakni Rajabasa, Liki Pinangawan, Cisolok-Cisukarame, Gunung Tampomas, Tangkuban Perahu, Ungaran, Jaboi, Jailolo, Rantau Dedap, Suoh Sekincau, dan Sorik Marapi-Roburan-Sampuraga dengan kapasitas 1.162 MW.
"Awal April ini akan ditandatangani lagi sejumlah PPA sebagai hasil lelang pemda," ujar Luluk.
Kementerian ESDM pada tahun ini juga akan menetapkan sembilan wilayah kerja pertambangan (WKP) yakni Bonjol, Gunung Endut, Danau Ranau, Ciremai, Mataloko, Simbolon-Samosir, Sembalun, Telemoyo, dan Wai Ratai dengan cadangan terduga 1.334 MW.
Pemerintah menargetkan kapasitas panas bumi meningkat menjadi 2.000 MW pada 2012 dibandingkan 1.182 MW pada saat ini dan menjadi 5.000 MW pada 2014. Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 29.000 MW.
BBN
Luluk juga mengatakan, setelah panas bumi, pihaknya juga akan mengkaji kembali pengembangan bahan bakar nabati (BBN) agar berkembang lebih cepat lagi.
"Kami akan lihat lagi bolong-bolongnya dan kami coba tambal, sehingga dapat mempercepat pengembangan BBN," katanya.
Menurut dia, pihaknya akan mempertegas kewajiban pentahapan pemanfaatan BBN sesuai Peraturan Menteri ESDM No 32 Tahun 2008.
"Kami belum berencana merevisinya," ujarnya.
Sesuai permen itu, mulai Januari 2015, pemanfaatan biodiesel pada sektor transportasi yang memakai bahan bakar bersubsidi diwajibkan mencapai minimal lima persen, transprotasi nonsubsidi tujuh persen, industri dan komersial 10 persen, dan pembangkit listrik 10 persen.
Sementara, sejak Januari 2010, pemanfaatan biodiesel pada sektor transportasi bersubsidi diwajibkan mencapai minimal 2,5 persen, transprotasi nonsubsidi tiga persen, industri dan komersial lima persen, dan pembangkit listrik satu persen.
(K007/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011