Aden (ANTARA News/AFP) - Ledakan besar menewaskan sedikitnya 75 orang Senin di sebuah pabrik amunisi di Yaman selatan yang dijarah oleh Al-Qaeda, sementara daerah-daerah di wilayah selatan terlepas dari kendali Sanaa di tengah pemberontakan luas anti-pemerintah.
Seorang pejabat keamanan mengatakan, ledakan itu terjadi ketika puluhan warga berada di dalam pabrik itu untuk mencari sisa amunisi yang dijarah gerilyawan Al-Qaeda pada Minggu.
Seorang pejabat setempat, Nasser al-Mansari, mengatakan kepada AFP, antara 75 dan 80 orang tewas dalam ledakan itu, namun jumlah kematian diperkirakan lebih tinggi lagi.
Banyak mayat hangus terbakar dalam ledakan itu, yang terjadi di sebuah pabrik dekat Jaar, kota di provinsi bergolak Abyan yang menjadi markas Al-Qaeda.
Masih belum jelas apakah ledakan itu merupakan kecelakaan atau akibat ranjau.
Yaman adalah negara dimana membawa senjata api merupakan semangat nasional dan jumlah senjata melampaui jumlah penduduk yang mencapai 24 juta orang dengan perbandingan dua-satu.
Dengan jatuhnya wilayah itu ke tangan Al-Qaeda pada Minggu, sekitar 30 orang bersenjata dan bertopeng menjarah pabrik tersebut dan melarikan diri dengan empat kendaraan yang dipenuhi senjata, kata beberapa saksi.
Peristiwa itu terjadi ketika seorang pejabat keamanan menyatakan bahwa militan Al-Qaeda menguasai Jaar dan desa-desa sekitarnya.
Insiden itu juga terjadi pada saat memanasnya protes anti-pemerintah yang menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh.
Minggu, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh mendesak rakyat Yaman tidak mendengarkan seruan-seruan pemisahan diri, yang katanya sama dengan pengkhianatan.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP).
Para komandan militer AS telah mengusulkan anggaran 1,2 milyar dolar dalam lima tahun untuk pasukan keamanan Yaman, yang mencerminkan kekhawatiran yang meningkat atas keberadaan Al-Qaeda di kawasan tersebut, kata The Wall Street Journal bulan September.
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011