Jakarta (ANTARA) - Pengalaman adalah guru yang baik. Mobilitas dan lonjakan kasus setelah liburan lebaran tahun 2021 bisa dijadikan rujukan dan pengalaman berharga.
Pengalaman itu juga untuk mengantisipasi dan mewaspadai potensi gelombang ketiga COVID-19 dan memelihara momentum menuju status endemi. Jangan sampai situasi yang sudah melandai, kelonggaran sudah dibuka, disiplin protokol kesehatan (prokes) justru melemah.
Fakta dan data menunjukkan meningkatnya mobilitas saat liburan Lebaran 2021, menyebabkan peningkatan kasus aktif COVID-19 tidak terhindarkan.
Prof Wiku Adisasmito selaku Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, menyebut data per 1 Juni 2021 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan kasus aktif baru sebesar 56,6 persen dan kasus kematian sebesar 3,52 persen pada dua pekan setelah Idul Fitri.
Satgas Penanganan COVID-19 juga menyampaikan data perbandingan angka lonjakan kasus pada Lebaran 2020 dan 2021 di skala provinsi. Pada 2020, dalam jangka waktu dua pekan usai Idul Fitri (25 Mei dan 8 Juni), lima provinsi dengan lonjakan kasus tertinggi adalah Jawa Tengah naik 36 persen, Sulawesi Selatan naik 28 persen, Kalimantan Selatan naik 99 persen, Jawa Timur naik 45,36 persen, dan DKI Jakarta naik 33,2 persen.
Sementara pada 2021, dalam jangka waktu dua pekan sebelum dan sesudah Idul Fitri (10 Mei dan 24 Mei), kenaikan tertinggi berada di Jawa Tengah naik 103 persen, Kepulauan Riau naik 103 persen, Riau naik 69 persen, DKI Jakarta naik 49,5 persen dan Jawa barat 25 persen.
Sebagai catatan, perbandingan antara peningkatan kasus setelah liburan Lebaran 2020 dan 2021 tidak dapat sepenuhnya dijadikan acuan untuk membedakan dampak mobilitas pada kedua periode dengan waktu sekarang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah tes COVID-19 kedua periode waktu tersebut.
Terlepas dari itu semua, faktor libur panjang tetap harus diwaspadai, termasuk rencana diputuskan menghapus cuti bersama. Bahkan larangan mudik juga tidak efektif.
Menghadapi itu semua, salah alternatif, meningkatkan sinergi TNI, Polri dan komunitas masyarakat menjaga protokol kesehatan, untuk mencegah gelombang ketiga COVID-19 sekaligus menjaga momentum yang relatif sudah melandai dan kelonggaran dibuka.
Baca juga: Ahli: Orang tua perlu perhatikan prokes anak saat PTM
Disiplin dan sinergi
Kata kunci untuk menjawab sekaligus mewaspadai kemungkinan adanya potensi gelombang ketiga COVID-19, adalah disiplin.
Kenapa? Karena sikap disiplin sudah tidak bisa ditawar sebagai prasyarat utama mewaspadai potensi gelombang ketiga, di mana konsep disiplin adalah suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam suatu sistem, tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang hati.
Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban.
Disiplin ialah suatu sikap menghormati dan menghargai suatu peraturan yang berlaku, baik secara tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak menolak untuk menerima sanksi-sanksi apabila dia melanggar ketentuan yang berlaku.
Untuk mengajak sekaligus mendidik, memberi edukasi dan advokasi kepada masyarakat umum, dirasa sangat perlu bersinergi dengan TNI dan Polri mewaspadai potensi gelombang ketiga COVID-19.
Kenapa mesti bersinergi dengan TNI dan Polri? Ini sejalan dengan perintah Panglima TNI dan Kapolri, semua anggota TNI dan Polri harus jadi contoh disiplin prokes COVID-19.
Perlunya sinergi terbangun karena pihak TNI dan Polri membuka kesempatan dan secara komando bahwa Babinsa (Bintara Pembina Desa). Mereka salah satu unsur TNI di bawah naungan Koramil dan lebih tinggi yakni Kodam (Komando Daerah Militer).
Secara spesifik, Bintara bertugas melaksanakan pembinaan dan memberikan penyuluhan di bidang hankam, termasuk pertahanan Kesehatan dari COVID-19.
Ada Babinpotmar (Bintara Pembina Potensi Maritim) TNI AL, Babinpotdirga (Bintara Pembina Potensi Dirgantara) TNI AU, dan Babinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) yang sehari-hari membina masyarakat memiliki peran yang sangat penting.
Tentunya mereka harus mengenal dan pasti sudah mengenal tokoh-tokoh berpengaruh di tengah masyarakat.
Panglima TNI Hadi Tjahyanto, pada setiap kesempatan bertemu dengan Prajurit TNI dan anggota Polri lainnya, tentu beserta keluarganya, turut menjadi teladan, kemudian mengajak lingkungan di sekitarnya untuk disiplin protokol kesehatan.
TNI dan Polri harus terus memantapkan sinergi melalui strategi komunikasi, koordinasi dan kolaborasi dalam setiap penugasan. Bangun komunikasi yang baik satu sama lain. Komunikasi yang baik adalah awal dari terbangunnya kerja sama yang baik pula.
Untuk itu, seluruh komponen, terutama generasi muda yang tergabung di KNPI, GMNI, HMI, PMII, GMKI, PMKRI, Pemuda Muhammadiyah, Ansor, Pramuka, Karang Taruna dan generasi muda dari Partai Politik serta Generasi Muda Mahasiswa dan Pelajar dari berbagai suku di Indonesia dan organisasi kepemudaan lainnya, ambil bagian bersinergi dengan TNI dan Polri.
Baca juga: Kemenag pantau prokes kegiatan Perkemahan Wirakarya lewat aplikasi
Tujuan disiplin
Membentuk sikap disiplin akan berdampak positif baik bagi diri sendiri maupun terhadap lingkungan sosial. Disiplin dapat membuang kebiasaan buruk dalam diri seseorang dan menciptakan keteraturan dalam diri seseorang.
Disiplin juga menciptakan prinsip agar seseorang dapat memberi kontribusi kepada masyarakat, bangsa dan negara. Disiplin merupakan salah satu kebiasaan yang baik dalam pola hidup masyarakat secara umum, di mana mampu menumbuhkan ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib dan sebagainya).
Oleh karena itu, sinergi TNI, Polri dan komunitas masyarakat menjaga protokol kesehatan, sangat efektif mencegah gelombang ketiga COVID-19, di mana liburan Natal dan Tahun Baru sangat berpotensi meningkatkan mobilitas penduduk dan kerumunan sangat mungkin terjadi.
*) Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si, adalah dosen dan pengamat kebijakan publik)
Baca juga: Sekjen Kemenkumham perintahkan pengetatan prokes di pintu imigrasi
Copyright © ANTARA 2021