Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Richard Joost Lino alias RJ Lino dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai melakukan korupsi pengadaan dan pemeliharaan 3 unit Quayside Container Crane (QCC) tahun 2010 di pelabuhan Panjang (Lampung), Pontianak (Kalimantan Barat) dan Palembang (Sumatera Selatan).
"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menyatakan terdakwa Richard Joost Lino terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan alternatif kedua dari pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
JPU KPK tidak meminta agar RJ Lino dijatuhi hukuman untuk membayar uang pengganti.
"Membebankan uang pengganti kepada Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) China sejumlah 1.997.740,23 dolar AS," ucap jaksa Wawan menambahkan.
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan RJ Lino.
Baca juga: KPK: Kesaksian Sofyan Djalil kuatkan dakwaan RJ Lino
Baca juga: Sofyan Djalil: RJ Lino profesional saat dipilih jadi dirut Pelindo II
"Keadaan yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam hal ini PT Pelindo II, terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan," tutur jaksa Wawan.
Sedangkan hal yang meringankan adalah RJ Lino dinilai bersikap sopan dan belum pernah dihukum.
Dalam perbuatannya, Jaksa Penuntut Umum KPK menyatakan RJ Lino terbukti telah menyalahgunakan kewenangan dan kesempatan dalam jabatannya dengan melakukan intervensi dalam pengadaan dan pemeliharaan 3 QCC sehingga merugikan keuangan negara seluruhnya senilai 1.997.740,23 dolar AS.
Perbuatan RJ Lino itu dilakukan bersama-sama dengan Ferialdy Norlan yang menjabat sebagai Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II dan Weng Yaogen selaku Chairman Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) China sehingga memperkaya HDHM China sebesar sebesar 1.997.740,23 dolar AS.
PT Pelindo II diketahui membutuhkan "container crane" dan setelah beberapa kali dilakukan pelelangan akan tetapi mengalami kegagalan sehingga pada April 2009, PT Pelindo II kembali melakukan pengadaan "container crane" dan mengubah spesifikasi "crane" bekas menjadi "New Single Lift QCC" atau "QCC Single Lift" baru kapasitas 40 ton melalui mekanisme pelelangan untuk pelabuhan Palembang, pelabuhan Panjang dan pelabuhan Pontianak.
Setelah dilakukan pelelangan tidak ada peserta yang dapat memenuhi persyaratan sehingga pelelangan gagal sehingga PT. Pelindo II melakukan pelelangan ulang dan juga penunjukan langsung kepada PT Barata Indonesia.
Baca juga: RJ Lino minta perkaranya masuk ke ranah perdata
Baca juga: Jaksa KPK jawab keberatan RJ Lino soal dakwaan masuk ranah perdata
RJ Lino kemudian memerintahkan Ferialdy Noerlan selaku Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II agar mendampingi perwakilan Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) yang merupakan perusahaan pembuat "crane" untuk melakukan survei.
Kontrak ditandatangani pada 30 Maret 2010 dengan nilai 17.165.386 dolar AS selama 11 bulan garansi 1 tahun dan untuk pemeliharaan selama 5 tahun sebesar 1.611.386 dolar AS.
Walaupun pengadaan dan pemeliharaannya dilakukan tidak mengikuti prosedur, Pelindo II tetap membayar HDHM sebesar 15.165.150 dolar AS untuk pengadaan dan pemeliharaan sebesar 1.142.842,61 dolar AS yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 1.997.740,23 dolar AS.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021