"Jika dikatakan mempersempit tentu saja iya," kata Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan KY tersebut di Jakarta, Kamis.
Sebagaimana diketahui, judicial review atau permohonan uji materi soal kewenangan KY sedang diajukan oleh seorang dosen bernama Burhanudin. Dalam gugatannya, pada intinya pemohon mempersoalkan Pasal 13 huruf (a) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Baca juga: Seleksi hakim ad hoc di MA dipersoalkan ke MK
Oleh karena itu, apa bila MK memutuskan menerima gugatan Burhanudin maka secara otomatis dalam proses seleksi calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA), KY tidak lagi akan dilibatkan atau berwenang.
Akan tetapi, kata Binziad, KY tetap memiliki kewenangan dalam hal pengawasan hakim di samping kewenangan lain yang diberikan kepada KY sesuai amanat undang-undang.
"Pastinya kewenangan itu akan lebih sempit ketika ada suatu kewenangan tercabut. Tetapi tetap ada kewenangan lain," kata Binziad.
Baca juga: KY: 178 orang daftar calon hakim agung dan hakim ad hoc di MA
Dalam proses uji materi tersebut, KY sendiri telah mencoba secara penuh menyampaikan pandangan termasuk mendatangkan sejumlah ahli di antaranya Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar hingga Benny K Harman.
Secara umum, poin pentingnya menurut KY ialah soal legal standing pemohon, dimana pemohon dianggap tidak mengalami atau tidak bisa membuktikan kerugian konstitusional yang sifatnya spesifik dan faktual.
"Jadi, tidak bisa dibuktikan kerugian konstitusional yang dialami pemohon," kata Binziad.
Selain itu, KY juga tidak melihat kerugian konstitusional yang dialami pemohon dengan norma Pasal 13 huruf (a) yang diuji atau digugat ke MK.
Baca juga: KY bahas seleksi calon hakim agung dan ad hoc dengan MA
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021