Ada kesepakatan karena ada pimpinan juga, harga tanah Munjul itu kami jual Rp2,5 juta/meter persegi semua
Jakarta (ANTARA) - Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Santo Carolus Boromeus (Kongregasi Suster CB) menyebut pihaknya hanya menjual tanah seluas 41.921 meter persegi di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung Jakarta Timur senilai Rp2,5 juta/meter persegi kepada komisaris PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene.
Padahal dalam dakwaan disebutkan mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles membuat laporan penjualan tanah Munjul tersebut adalah sebesar Rp6,1 juta/meter persegi.
"Ada kesepakatan karena ada pimpinan juga, harga tanah Munjul itu kami jual Rp2,5 juta/meter persegi semua," kata bendahara Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Santo Carolus Boromeus (Kongregasi Suster CB) Fransisca Sri Kustini di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Fransisca menjadi saksi untuk terdakwa mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles didakwa merugikan negara sebesar Rp152,565 miliar dalam pengadaan tanah proyek "Hunian DP 0 Rupiah" di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Kesepakatan tersebut menurut Fransisca terjadi di biara Kongregasi Suster CB di Yogyakarta pada 25 Maret 2019 yang dihadiri oleh Anja Runtuwene, Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian, sekretaris PT Adonara bernama Yohana, pimpinan Kongregasi Suster CB yaitu suster Yustiana, suster Imanuela serta notaris Kongregasi Suster CB bernama Henrikus Subekti.
Baca juga: KPK mengonfirmasi notaris proses jual beli tanah di Munjul DKI Jakarta
Baca juga: Prasetyo Edi mengaku dikonfirmasi mekanisme penganggaran tanah Munjul
"Kami setuju untuk dijual karena memang kami membutuhkan untuk pelayanan sosial," kata suster Yustiana yang juga dihadirkan sebagai saksi di persidangan.
Menurut suster Franasisca, legalitas tanah seluas 41.921 meter persegi tersebut terdiri 11 akta Hak Guna Bangunan (HGB) dan 14 tanah girik. Tanah tersebut berada di dua lokasi yang dipisahkan jalan kampung.
"Mereka menyetujui dengan harga kami, lalu kami diberi DP (down payment), kami ditawari uang muka sebesar Rp5 miliar dari total harga keseluruhan Rp104.802.500.000," ungkap Fransisca.
Kongregasi lalu menerima uang muka senilai Rp5 miliar langsung pada 25 Maret 2019 sebelum perjanjian jual beli dilakukan.
"Sesuai akta PJB pada Selasa, 2 April 2019, kami menyerahkan dokumen berupa 11 sertifikat Hak Guna Bangunan dan 14 tanah girik di biara Salemba Tengah Jakarta Pusat. Kongregasi diwakili suster Loisa dan saya dan didampingi notaris Hendrikus Subekti. Kami menyerahkan ke notaris yang ditunjuk Bu Anja, namanya Yuriska," tambah Fransisca.
Suster Fransisca menyebut saat itu Anja mengaku tanah akan digunakan anaknya bernama Aldo untuk dibangun menjadi perkantoran.
"Selanjutnya ada DP lagi pada 6 Mei 2019 sebesar Rp5 miliar yang ditransfer ke Bank BNI milik kongregasi dan berdasarkan PJB, seharusnya dibayar ke kami dalam 4,5 bulan setelah itu untuk dilunasi," ungkap Fransiska.
Dalam dakwaan disebutkan Sarana Jaya sebagai BUMD milik pemprov DKI Jakarta yang bertujuan untuk menyediakan tanah, pembangunan perumahan dan bangunan (umum serta komersil) maupun melaksanakan proyek-proyek penugasan dari Pemprov DKI Jakarta seperti "Pembangunan Hunian DP 0 Rupiah" dan penataan kawasan niaga Tanah Abang mendapat Penyertaan Modal Daerah (PMD) DKI Jakarta.
Baca juga: KPK telusuri aset Rudy Hartono tersangka kasus tanah di Munjul DKI
Baca juga: KPK konfirmasi saksi terkait dokumen penawaran tanah di Munjul Jakarta
Pada 10 Desember 2019, Sarana Jaya menerima pencairan PMD sebesar Rp350 miliar dan pada 18 Desember 2019 mendapat pencairan PMD tahap II sebesar Rp450 miliar sehingga total PMD yang didapat adalah Rp800 miliar.
Yoory yang mengetahui tanah Munjul tidak bisa digunakan untuk proyek "hunian DP 0 rupiah" karena berada di zona hijau tetap setuju membayar tanah kepada PT Adonara sehingga total uang yang diterima di rekening Anja Runtuwene adalah berjumlah Rp152.565.440.000.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021