Tripoli (ANTARA News) - NATO setuju untuk mengendalikan pelaksanaan zona larangan terbang di Libya untuk merintangi kekuatan-kekuatan pemimpin Moamer Kadhafi, ketika serangan udara koalisi dilancarkan untuk ketujuh harinya berturut-turut Jumat.
Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen mengatakan Kamis bahwa sesudah negosiasi panjang aliansi beranggota 28 negara mencapai kesepakatan untuk memaksakan zona larangan terbang.
"Kami mengambil tindakan sebagai bagian dari upaya internasional luas untuk melindungi warga sipil terhadap rejim Kadhafi," katanya.
Rasmussen mengatakan operasi NATO terbatas pada penegakan zona larangan terbang, namun seorang pejabat senior AS, mengatakan tanpa mau disebutkan namanya kemudian di Washington, NATO mencapai "kesepakatan politis" juga untuk mengomandoi seluruh operasi lain yang dimaksudkan untuk melindungi warga sipil -- yakni serangan terhadap kekuatan-kekuatan darat Kadhafi.
Berita kesepakatan tersebut muncul ketika tembakan-tembakan anti pesawat mewarnai langit Libya semalaman, dengan paling sedikit tiga ledakan menggetarkan ibukota dan pinggiran bagian timur Tajura, lapor wartawan AFP, Imed Lamloum yang dipantau ANTARA News.
Paling tidak satu ledakan terdengar dari pusat kota, sedangkan yang lain datang dari Tajura, lokasi pangkalan militer, lapor seorang wartawan AFP.
Menteri Pertahanan Inggris Liam Fox mengatakan Jumat, jet-jet Tornado Inggris menembakkan rudal-rudal semalaman terhadap kendaraan lapis baja Libya di kota strategis bagian timur Ajdabiya.
"Pesawat tempur Tornado meluncurkan sejumlah peluru kendali Brimstone terhadap kendaraan lapis baja Libya yang mengancam penduduk sipil Ajdabiya," kata Fox.
Televisi negara Libya mengatakan "lokasi sipil dan militer di Tripoli dan Tajura" ditembaki "rudal-rudal jarak jauh."
Pertempuran juga berkecamuk di Misrata yang dikuasai pemberontak, sekitar 214 kilometer timur Tripoli. Seorang dokter yang merawat korban luka di sebuah rumah sakit mengatakan serangan-serangan oleh kekuatan-kekuatan Kadhafi sejak 18 Maret "telah menewaskan 109 orang dan melukai 1.300 lainnya, 81 diantarannya dalam keadaan serius."
Serangan udara Inggris, Prancis dan AS yang tiada henti sejak Sabtu diarahkan pada pertahanan udara Kadhafi dalam upaya untuk melindungi warga sipil berdasarkan resolusi PBB.
Serangan-serangan tersebut juga menyediakan perlindungan bagi kelompok pemberontak busuk yang berusaha mengusir Kadhafi sesudah lebih dari empat dasa warsa berkuasa, namun yang tak terorganisasi dan kalah persenjataan dibanding kekuatan-kekuatan pro-rejim.
Sebuah pesawat tempur Kadhafi yang berani mencemooh zona larangan terbang dengan cepat dihukum Kamis ketika sebuah pesawat tempur Prancis menghancurkan jet tersebut sesudah mendarat di Misrata, kata militer Prancis.
Washington, sementara itu, mendesak militer Libya agar mengabaikan perintah-perintah Kadhafi.
"Pesan kami sederhana: hentikan pertempuran, hentikan membunuh rakyatmu sendiri, hentikan mematuhi perintah-perintah Kolonel Kadhafi," kata Lasamana Madya William Gortney.
"Jujur kami mengatakan koalisi meningkat baik segi ukuran maupun kemampuan setiap hari," katanya, menambahkan "lebih dari 350 pesawat dilibatkan dalam sejumlah peran. Hanya separuh lebih sedikit milik Amerika Serikat.
Pentagon mengatakan 12 negara kini sedang mengambil bagian dalam koalisi mengupayakan pelaksanaan zona larangan terbang -- termasuk dua negara Arab, Qatar dan Uni Emirat Arab. Seorang pejabat senior AS mengatakan UEA telah menyumbangkan 12 pesawat.
Para diplomat sekutu menghabiskan waktu sepanjang hari berunding bagaimana mengkoordinasikan serangan terhadap Kadhafi, sejauh mana pelaksanaan resolusi PBB, dan bagaimana menginkorporasikan bantuan dari negara-negara Arab non-NATO.
"Kami telah menyetujui, bersama dengan sekutu-sekutu NATO kami, untuk mentransisikan komando dan pengawasan zona larangan terbang atas Libya kepada NATO," kata Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, yang berbicara sesudah pertemuan dengan Presiden Barack Obama dan tim keamanan nasional AS.
"Semua anggota sekutu yang berjumlah 28 kini juga telah mengotorisasikan kewenangan-kewenangan militer guna mengembangkan rencana operasi yang akan diambil NATO dengan misi perlindungan warga sipil lebih luas berdasarkan Resolusi 1973."
Clinton mengatakan "kemajuan signifikan" berhasil dibuat hanya dalam lima hari, namun bahwa "bahaya masih belum lewat," dan kekuatan-kekuatan Kadhafi "tetap menjadi ancaman serius bagi keselamatan rakyat."
Clinton juga menggarisbawahi dukungan "krusial" Arab bagi operasi tersebut, serta memuji Qatar dan Uni Emirat Arab karena bergabung dengan koalisi.
Presiden Prancis Nicolas Sarkozy sementara mengatakan koordinasi serangan internasional ini harus "tetap utamanya politis" bahkan jika NATO mengambil komando militer.
"Operasi, koordinasi teknis akan berada di tataran NATO, namun koordinasi politik... akan berada pada tataran koalisi," katanya pada pertemuan tingkat tinggi Uni Eropa di Brussels.
Hal itu akan memampukan anggota-anggota non-NATO, seperti mitra-mitra Arab, untuk mengambil bagian dalam pembuatan keputusan politis, katanya.
Para pemimpin UE dalam sebuah pernyataan juga mendesak komunitas dunia untuk mengencangkan jerat terhadap Kadhafi dengan memastikan pendapatan minyak dan gas Libya "tidak sampai ke tangan" rejimnya.
Pengetatan sanksi atas minyak dan gas adalah perlu "guna memastikan Kadhafi tidak membayar tentara-tentara bayarannya dengan sumber daya minyak," kata Sarkozy.
Tembakan-tembakan anti pesawat dan ledakan-ledakan juga mengguncang kota pantai Sirte, kota kelahiran Kadhafi 600 kilometer timur Tripoli, kata seorang penduduk.
Kekuatan-kekuatan Kadhafi menyerang Zintan, timur Tripoli, ketika para pemberontak bertarung untuk merebut kembali kota Ajdabiya, yang terletak di persimpangan jalan dari dan ke kubu pemberontak Benghazi dan Tobruk di Libya bagian timur.
Sebelum serangan udara Jumat oleh pesawat-pesawat tempur Inggris, para pemberontak telah berada dalam jarak tembak dari Ajdabiya namun dipukul mundur oleh kendaraan lapis baja kaum loyalis di gerbang-gerbang kota itu.
"Mereka menembaki kami menggunakan tank, altilleri dan rudal-rudal Grad," kata seorang pemberontak yang kembali dari garis depan, yang menyebutkan namanya sebagai Mohammed. "Kami tidak memiliki apa-apa selain senjata ringan."
Seorang juru bicara pemerintah di Tripoli mengatakan hampir 100 warga sipil tewas sejak serangan udara koalisi mulai Sabtu, sebuah angka yang tidak dapat dipastikan secara independen.
Jenderal AS yang bertanggungjawab terhadap operasi ini, Jenderal Carter Ham, mengatakan kekuatan-kekuatan koalisi yang memaksakan zona larangan terbang "tidak yakin" tidak ada korban sipil, namun mencoba untuk "sangat presisi."
Ham, kepala Komando Afrika AS, juga mengatakan pertahanan udara Libya "secara esensial tidak ada lagi" setelah dihancurkan dalam serangan-serangan, dan bahwa kekuatan-kekuatan koalisi kini menjadikan pasukan Libya yang menyerang warga sipil sebagai sasaran. (ANT/K004)
AFP/ B. Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011