"Denali/McKenley adalah puncak yang paling ekstrem dan berbahaya diantara tujuh puncak lainnya karena cuaca bisa secara tiba-tiba berubah. Tapi kami secara mental maupun fisik sudah siap"
Purwakarta (ANTARA News) - Tim Indonesia di Puncak Tujuh Benua atau Tim Seven Summits Indonesia siap untuk menghadapi cuaca ekstrem saat menjalankan misi mengibarkan bendera Merah Putih di Puncak Denali/McKenley (6.192m) di Alaska (AS) pada Mei mendatang.
"Denali/McKenley adalah puncak yang paling ekstrem dan berbahaya diantara tujuh puncak lainnya karena cuaca bisa secara tiba-tiba berubah. Tapi kami secara mental maupun fisik sudah siap," kata Ardhesir Yaftebi, salah satu dari lima pendaki yang ditemui saat berlatih di Tebing Parang, Desa Sukamulya, Purwakarta, Sabtu.
Empat pendaki lainnya yang berasal dari Wanadri dan sama-sama melakukan latihan fisik di tebing cadas curam dengan ketinggian sekitar 500 meter itu adalah Iwan Irawan, Fajri Al Luthfi, Martin Rimbawan dan Nurhuda.
Menurut rencana, tim akan bertolak menuju Alaska pada 22 April mendatang dan memulai pendakian pada 1 Mei.
"Kalau segala sesuatunya berjalan sesuai rencana, sekitar 14 sampai 18 Mei kami akan melakukan pendakian ke puncak atau summit attack," kata Ardhesir.
Dalam seminggu terakhir, tim pendaki yang sebelumnya sudah mencapai empat puncak tertinggi dunia itu melakukan latihan secara intensif di Bukit Parang, yaitu dengan titik berat untuk membiasakan diri berada di ketinggian.
"Bukit Parang ini adalah bukit tertinggi di Jawa Barat dan kami memang membutuhkan latihan untuk mengatasi rasa takut saat berada di ketinggian," katanya.
Saat melakukan pendakian, Tim "7 Summits Indonesia" tersebut akan bekerjasama dengan American Alpine Institute dari AS yang akan mengatur manajemen pendakian, menentukan jalur dan juga membantu peralatan yang dibutuhkan.
Pendakian puncak kelima dari tujuh puncak tertinggi di dunia tersebut diperkirakan menelan biaya sekitar 100.000 dolar AS (Rp900 juta) dengan komponen terbesar untuk biaya transportasi dan membeli peralatan.
Empat puncak tertinggi yang sudah berhasil dicapai adalah Puncak Cartenz di Papua, Kilimanjaro di Tanzania, Elbrus di Rusia dan Aconcagua di Argentina.
Selain Puncak Denali, dua petualangan terakhir mereka adalah mencapai puncak Vinson Massif (4.897m) di Kutub Utara dan terakhir atap dunia Puncak Everest (8.850) di Himalaya.
Pada awalnya, tim "7 Summits Indonesia" terdiri atas enam pendaki, namun satu-satunya pendaki wanita Gina Apriani, gagal mencapai puncak Aconcagua setelah mengalami muntah darah sehingga tidak bisa melanjutkan perjuangan.
"Memang ada aturan bahwa mereka yang gagal dalam setiap pendakian, tidak bisa ikut lagi karena kalau salah satu gagal, berarti misi untuk mencapai tujuh puncak dunia tidak tercapai," kata Ardhesir.
Dengan jumlah anggota yang tinggal lima pendaki, Ardhesir berharap nantinya tidak ada yang gagal dalam pendakian berikutnya.
"Kalau nanti memang ada yang gagal, berarti tidak bisa lagi melanjutkan pendakian ke puncak berikutnya. Makanya dari awal kami berenam agar banyak yang menjadi. Yang penting ada diantara kami yang sukses mencapai seluruh tujuh puncak tertinggi di dunia," katanya.
Sementara itu Erry Riyana Hardjapamekas, Ketua Dewan Penasehat Tim 7 Summits yang ikut mendampingi tim berlatih menegaskan bahwa misi pendakian tersebut adalah untuk menggugah kesadaran masyarakat bahwa dunia memang sedang terancam oleh pemanasan global.
"Selain itu, misi yang tidak kalah penting dari petualangan positif ini adalah mengibarkan bendera Merah Putih di ketujuh puncak dunia," kata Erry yang juga mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu.
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2011