menjadi tugas utama pustakawan untuk menggerakkan masyarakat agar memiliki ilmu pengetahuan, serta menggerakkan budaya malas menjadi rajin

Jakarta (ANTARA) - Perpustakaan memiliki peran dalam memulihkan ekonomi nasional salah satunya melalui program perpustakaan transformasi berbasis inklusi sosial yang diusung Perpusnas.

“Sebanyak 30 juta masyarakat Indonesia terdampak pandemi COVID-19. Di sinilah peran perpustakaan untuk hadir membagikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat, agar dapat bangkit dari keterpurukan,” kata Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.

Syarif Bando menjelaskan, ada tiga faktor utama penyebab kemiskinan yakni terbatasnya penguasaan ilmu pengetahuan, akses permodalan yang terbatas, dan budaya malas

Dia menambahkan tidak ada yang tahu, kapan pandemi akan berakhir, sehingga menjadi tugas utama pustakawan untuk menggerakkan masyarakat agar memiliki ilmu pengetahuan, serta menggerakkan budaya malas menjadi rajin.

Syarif Bando mengatakan, sudah saatnya para pustakawan dan para pengelola perpustakaan menjadikan perpustakaan sebagai pusat transfer ilmu pengetahuan, tidak hanya manajemen koleksi dan manajemen ilmu pengetahuan.

"Ini filosofi kita bersama, maka kita terus mengajak mitra untuk memastikan Indonesia bisa melangkah maju serta menyejahterakan kehidupan," kata dia.

Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Amich Alhumami, mengatakan kemampuan membaca menjadi syarat utama untuk dapat mengakses pengetahuan dan menguasai berbagai bidang ilmu. Dia menekankan, pada masa pandemi, perpustakaan perlu diberdayakan karena banyak masyarakat yang membutuhkan pengetahuan dan informasi.

"Perpustakaan tidak hanya sekadar menunggu masyarakat dengan tumpukan buku, tetapi masyarakat akan hadir di perpustakaan untuk meningkatkan produktivitasnya," kata Amich.

Untuk menjadikan perpustakaan sebagai pilar penting dalam pemulihan ekonomi nasional, lanjut Amich, perpustakaan harus dimaknai secara luas, bukan sekadar jumlah koleksi dan ruang baca. Perpustakaan tidak dapat dikelola oleh pustakawan pasif yang sekadar bekerja secara teknis, belum sebagai penggerak literasi.

Melalui transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial, perpustakaan mengubah bentuk fisik dan layanan yang diberikan kepada masyarakat. Seperti penambahan koleksi dan penguatan infrastruktur TI yang digunakan masyarakat untuk berselancar di dunia maya dalam mendapatkan pengetahuan dan informasi.

Dikatakannya, perpustakaan desa atau taman bacaan masyarakat dapat berperan sebagai pusat informasi dan pengetahuan, sekaligus pusat pemberdayaan masyarakat berbasis literasi, untuk menggerakkan masyarakat bangkit dari keterpurukan.

"Kami memperkuat dengan dana alokasi khusus (DAK) bidang perpustakaan untuk membangun perpustakaan dan melengkapi fasilitas perpustakaan," kata Amich.

Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Nurlianti, mengatakan pihaknya terus memberikan pelayanan untuk masyarakat dalam kondisi pandemi.

Berbagai pelatihan ekonomi kreatif dan workshop digelar secara virtual untuk menambah kompetensi masyarakat. Kolaborasi dilakukan dengan menggandeng praktisi dan berbagai narasumber.

"Pandemi membuat kita terbatas melakukan kegiatan, tetapi kami tetap menyiasatinya dengan kegiatan secara virtual. Seperti talkshow maupun workshop," kata Nunung.

Pada 2021, terdapat empat kabupaten di Kalsel yang menerima program transformasi perpustakaan sosial yakni Kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Barito Kuala, dan Tanah Bumbu.

Sejak tahun 2018, program transformasi berbasis inklusi sosial sudah berkiprah di 32 provinsi, 160 kabupaten dan 1.250 desa.

Team Leader Konsultan Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial, Erlyn Sulistyaningsih, mengatakan saat ini, untuk mengetahui kebutuhan masyarakat, perpustakaan harus berani keluar dari gedung dan tidak hanya menyediakan buku.

"Perpustakaan harus hadir di masyarakat, harus dapat menjawab kebutuhan yang harus segera diselesaikan, sehingga memberikan dampak dapat mengubah kehidupan menjadi lebih baik," kata Erlyn.

Dikatakan, perpustakaan menjadi ruang terbuka bagi masyarakat untuk mendapatkan solusi untuk kebutuhan hidup. Perpustakaan dapat meningkatkan layanan informasi dan membuat perpustakaan menjadi lebih menarik.

Salah satu warga yang memanfaatkan perpustakaan, Shanty Apriani, berbagi pengalamannya berbisnis keripik pisang hanya dengan membaca buku di Perpustakaan Desa Soguo, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Sulawesi Utara.

"Di perpustakaan, saya menemukan buku tentang pengolahan camilan dari pisang. Dari buku itu, saya menciptakan produk olahan pisang menjadi kripik dengan berbagai varian rasa," jelas Shanty.

Untuk meningkatkan nilai jual dan perluasan, pemilik usaha Aneka Kripik Pisang (BananasQ) itu mengikuti pelatihan, workshop, dan mencari informasi di internet yang difasilitasi layanan perpustakaan desa Soguo. Selain dapat membantu ekonomi keluarga, Shanty mengaku dapat membantu ibu rumah tangga di sekitar tempat tinggalnya.

"Saya berharap perpustakaan desa dapat melakukan kegiatan yang melibatkan masyarakat lebih banyak lagi, yang dapat mengubah hidup," kata Shanty.
Baca juga: IFLA dorong kolaborasi perpustakaan di seluruh dunia
Baca juga: Kepala Perpusnas resmikan gedung perpustakaan di Bone, Sulsel
Baca juga: Pemkab Bogor luncurkan perpustakaan digital

Pewarta: Indriani
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021