Aksi sekitar 150 mahasiswa yang dilakukan di kawasan pertokoan Bengkulu itu mengingat penderita TBC di Bengkulu jumlahnya masih tinggi, kata koordinator lapangan Nur Ikhlas, Jumat.
"Kita ingin mengkomunikasikan pada masyarakat tentang apa itu penyakit TBC dan bagaimana cara pencegahanya," ujarnya.
Selama ini ada anggapan penyakit TBC tidak bisa disembuhkan karena merupakan penyakit turunan, guna-guna atau sering disebut racun, sehingga pengobatannya cenderung dilakukan ke dukun.
Akibat anggapan tersebut, maka jumlah penderita TBC di Provinsi Bengkulu saat ini tercatat 2.012 kasus tersebar di sepuluh kabupaten/kota.
Padahal penyebab dari penderita TBC adalah dari kuman icobakterium tuberkolosis, ditandai gejala awalnya yaitu batuk berdahak selama dua minggu atau lebih.
Untuk penanganannya penderita secepatnya harus datang ke puskesmas untuk minta pertolongan kepada petugas medis.
"Bila sudah diketahui gejalanya maka segera minta pertolongan ke Puskesmas, nanti disediakan obat berupa pil atau sirup dan penyakit TBC itu bisa disembuhkan," katanya.
Ia menjelaskan, berdasarkan hasil evaluasi dinas kesehatan, penyebaran penyakit TBC melalui batuk berdahak yang dibuang sembarangan oleh penderita.
Sementara dalam kehidupan sehari-hari setiap orang pasti berinterakasi dengan orang lain tanpa menyadari ada kuman menular dari batuk berdahak yang dibuang sembarangan tersebut.
Untuk mencegah penularan penyakit ini, katanya, dinas kesehtan bekerja sama dengan akademi kebidanan di seluruh Provinsi Bengkulu untuk meningkatkan sosialisasi secara berkesinambungan.
Alternatif pencegahannya antara lain bila penderita berdahak di rumah dibuang ke kamar mandi dan disikat sampai bersih dengan sabun serta cuci tangan, tapi bila berdahak di luar dibuang jauh dari aktifitas manusia, ujarnya.
Seorang penderita TBC di Kota Bengkulu A Lani mengatakan, penyakit yang dideritanya sejak kecil hingga usia lanjut sekarang belum juga sembuh.
"Kami sangat mengharapkan kalau ada resep bisa menyembuhkan penyakit batuk menahun tersebut, sedangkan untuk berobat ke rumah sakit tidak memiliki dana," keluhnya. (Z005/D009/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011