"Salah satunya melalui pengumuman Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) sehingga struktur biaya suatu bank bisa dibenchmark dengan bank lain," kata Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A Johansyah di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, selain aturan pengumuman SBDK, kebijakan BI yang menetapkan aturan GWM dengan LDR juga memacu bank untuk menyalurkan kredit namun dengan tetap harus patuh pada aturan prudential sehingga memancing bank untuk melakukan berbagi upaya meningkatkan efisiensi.
"Kita arahkan dengan kebijakan-kebijakan sehingga efisiensi menjadi `kebutuhan` bank," kata Difi.
Menurut Difi, beberapa aturan BI seperti Peraturan Bank Indonesia mengenai transparansi dengan salah satu turunannya, yakni SBDk secara tidak langsung "memaksa" bank utk meningkatkan kompetisi yang akhirnya akan berujung pada efisiensi.
Dikatakannya, setelah pelaksanaan transparansi SBDK pada 31 Maret mendatang, beberapa bulan kemudian BI akan mempelajari hasil laporan bank mengenai struktur biaya mereka.
"Itu tahap pertama. Tahap kedua adalah proses benchmarking antarbank untuk tahu strength dan weakness masing-masing bank. Tahap berikutnya baru kita bisa harapkan ada dorongan untuk efisiensi. Kira-kira setahun lah bisa kita lihat efisiensinya," katanya.
Sebelumnya KPPU melihat industri perbankan Indonesia masih menghadapi masalah inefisiensi yang terlihat dari tingginya net interest margin (NIM) yaitu sekitar 5,8 persen per Desember 2010. Padahal NIM di Malaysia, Singapura, dan Filipina rata-rata 2,2 persen - 4,5 persen.
Tidak hanya itu, rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) di Indonesia masih sebesar 81,6 persen, sementara ketiga negara tersebut rata-rata 32,7 persen - 73,1 persen.
Pengamat perbankan Mirza Adityaswara menilai rasio NIM tidak mencerminkan tingkat efisiensi tetapi ukuran profitabilitas perbankan.
Sementara tingginya BOPO lebih disebabkan perbankan Indonesia sedang ekspansi jaringan ke seluruh pelosok Tanah Air dalam rangka meningkatkan penetrasi kredit dan deposit, sehingga cost tentu masih tinggi. (D012/B012/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011