Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mengimbau kepedulian masyarakat internasonal atas nasib rakyat sipil Libya dan berharap agar pelaksanaan Resolusi 1973 PBB tidak menambah penderitaan rakyat sipil.

"Kita tidak menginginkan rakyat sipil tak berdosa menjadi korban (di Libya) ... namun tentunya kita (juga) tidak ingin resolusi menimbulkan penderitaan berlebihan bagi rakyat sipil. Kekerasan tidak menyelesaikan permasalahan," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis.

Menurut Menlu, surat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Sekjen PBB Ban Ki-moon terkait Libya mengedepankan dua hal, yaitu perlindungan rakyat sipil tak berdosa dan upaya menciptakan situasi kondusif yang memberikan kesempatan bagi rakyat Libya menentukan nasibnya sendiri tanpa intervensi pihak lain.

Presiden, kata dia, juga membahas kontribusi yang dapat diberikan Indonesia untuk penyelesaian konflik di Libya dengan sejumlah perwakilan dunia agar negara dengan potensi seperti Indonesia tidak berpangku tangan.

Sementara itu terkait dengan evakuasi WNI di Tripoli, Menlu menjelaskan bahwa hingga Kamis (24/3) sekitar 892 WNI telah dievakuasi meninggalkan Libya.

KBRI Tripoli, kata Menlu, sekalipun ditutup masih dapat melayani WNI yang tidak terjangkau karena masih dioperasikan oleh empat orang, dua diplomat dan dua staf lokal.

Menlu memperkirakan jumlah WNI yang masih bertahan di Tripoli sekitar 14 orang, termasuk dua orang mahasiswa yang bersikeras menolak dievakuasi dan sejumlah wartawan televisi.

Sementara itu sejak Sabtu (19/3) pasukan koalisi internasional melancarkan operasi Fajar Odyssey ke Libya berdasarkan mandat Resolusi 1973 Dewan Keamanan PBB.(*)

(T.G003*F008/A033)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011