"Sebaliknya, pemkab harus bersikap proaktif dan antisipatif dalam menangani kasus gizi buruk tersebut. Apalagi, gizi buruk bukan penyakit, melainkan status gizi yang dipengaruhi oleh kualitas konsumsi makanan dan kesehatan masyarakat," ujarnya ketika mengikuti "workshop" dua "Hasil Analisis Spasial Bidang Kesehatan" di Kantor DPRD Jepara, Kamis.
Menurut dia, penanganan gizi buruk bisa dilakukan oleh tim pembina desa yang dipimpin oleh dokter Puskesmas dengan dukungan perawat, bidan, ahli gizi, dan sanitarian.
Nantinya, kata dia, ada pembagian tugas dalam mengunjungi masing-masing desa, pos pelayanan terpadu (Posyandu), dan rumah-rumah warga.
Untuk program trobosan, katanya, bisa dilakukan dengan menggelar Operasi Pos Timbang (OPT) yang melibatkan petugas dari lintas sektoral, termasuk tim Pembina Puskesmas.
Metode yang digunakan, yakni dengan promosi pemberdayaan masyarakat, dengan sasaran primer ibu balita, sasaran sekunder suami atau keluarga, sasaran tersier kelompok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), serta lembaga swadaya masyarakat dan dinas terkait.
"Pos timbang bisa dilaksanakan setiap bulannya, sambil mempromosikan makanan murah dan bergizi," ujarnya.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara, selama tahun 2009 hingga 2010 tercatat 190 kasus gizi buruk, meliputi tahun 2009 sebanyak 63 kasus dan tahun 2010 sebanyak 127 kasus. (ANT/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011