Bandung (ANTARA) - Di antara 291 nama tenaga medis, aparatur sipil negara, dan sukarelawan yang terukir di Monumen Perjuangan Pahlawan Pandemi COVID-19 di Kota Bandung, Jawa Barat, ada nama Rohaetin.
Rohaetin adalah tenaga kesehatan yang bertugas menangani pasien COVID-19 di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati di Kota Cirebon dan dia meninggal dunia karena terserang penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus corona tipe SARS-CoV-2 itu.
Yulian Teguh Setiawan termenung sesaat ketika mengetahui nama istrinya, Rohaetin, tercantum dalam monumen yang didedikasikan untuk orang-orang yang berjuang menanggulangi penularan COVID-19.
Bagi Yulian dan anak-anaknya, monumen penghormatan bagi para pahlawan itu juga akan menjadi pengingat kenangan mengenai perjuangan Rohaetin.
Yulian menuturkan bahwa Rohaetin menjalankan tugas menangani pasien COVID-19 meski sedang mengandung anak ketiga.
Bahkan ketika waktu kelahiran anaknya tinggal beberapa hari, menurut dia, Rohaetin masih membantu rekan-rekannya menangani pasien COVID-19.
Pada hari-hari terakhir dalam hidupnya pun, ia melanjutkan, Rohaetin tampak bersemangat membantu teman-temannya.
"Saat itu banyak teman-temannya yang sakit. Tapi di satu sisi, ia pun sakit dan sedang mengandung. Ia selalu memikirkan teman-teman yang membutuhkan tenaganya," kata Yulian.
Ketika waktu melahirkan tiba, Rohaetin dikonfirmasi terserang COVID-19 dan sepekan kemudian dia mengembuskan nafas terakhir.
Kepergian Rohaetin menjadi duka terbesar bagi Yulian dan anak-anaknya. Yulian sangat terpukul.
Dia sedih, istrinya tidak sempat melihat dan mengasuh anak ketiganya dan anak ketiganya tidak sempat merasakan pelukan sang ibu.
Namun Yulian sadar bahwa kepergian istrinya adalah suratan takdir dari Allah SWT dan dia berusaha menerimanya.
"Kalau saya tidak menerima, kasihan anak-anak. Mereka membutuhkan sosok orang tua. Saya harus semangat, saya harus berjuang," katanya.
Suatu saat Yulian akan mengajak anak ketiganya ke monumen perjuangan pahlawan pandemi COVID-19 dan menceritakan perjuangan dan pengorbanan ibunya pada masa pandemi.
Yulian berjanji kepada dirinya sendiri untuk membawa anak-anaknya ke monumen tersebut setelah usia mereka belasan tahun.
Dia ingin anak-anaknya bangga kepada ibu mereka, yang ikut berjuang dan berkorban untuk menanggulangi wabah pada masa pandemi COVID-19.
Selain nama Rohaetin ada 290 nama lain di Monumen Perjuangan Pahlawan Pandemi COVID-19 yang ada di kawasan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat di Kota Bandung.
Di balik setiap nama di monumen itu ada berbagai kenangan dan jejak perjuangan dari orang-orang yang berjibaku menanggulangi wabah yang merenggut banyak nyawa dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan.
Jejak peradaban
Pemerintah Provinsi Jawa Barat membangun Monumen Perjuangan Pahlawan Pandemi COVID-19 untuk menghargai perjuangan orang-orang yang terlibat dalam upaya penanggulangan pandemi sekaligus menghadirkan pengingat bagi masyarakat mengenai pandemi yang merenggut banyak nyawa dan memaksa semua orang melakukan penyesuaian dalam berbagai hal.
"Jadi ada dua esensi. Satu sebagai penghargaan terhadap dedikasi, yang kedua adalah sebagai tempat perenungan bagi kita bahwa COVID 19 harus dihadapi bersama oleh kita semua dengan menjaga protokol kesehatan, menjaga diri kita, menjaga keluarga kita, menjaga lingkungan kita untuk tetap sehat,” kata Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi Jawa Barat Boy Iman Nugraha.
Menurut budayawan Jawa Barat Aat Soeratin, monumen yang rencananya diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Hari Pahlawan tanggal 10 November 2021 itu juga merupakan jejak peradaban.
Menurut dia, kita bisa membaca riwayat dengan melihat monumen itu.
"Kenapa dibangun? Karena ada sekian nakes (tenaga kesehatan) yang gugur. Kenapa gugur? Karena ada pandemi. Kita paham bahwa dalam perjalanan ada musibah-musibah, berkah-berkah, yang harus kita khidmati supaya perjalanan kita ke depan lebih baik," kata Aat.
Aat menyebut pendirian monumen untuk menghargai dan menghormati pengabdian tenaga kesehatan, aparatur sipil negara, dan relawan kesehatan semasa pandemi sebagai adab yang luar biasa.
"Itu kan adab kita menghormati mereka yang gugur, yang mengorbankan nyawa untuk kepentingan kita. Itu sesuatu yang lazim yang harus sebetulnya diungkapkan. Mudah-mudahan tanda peradaban ini kemudian meriwayatkan bagaimana monumen ini dibangun," katanya.
Sementara itu, budayawan sekaligus dosen Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Pendidikan Indonesia Bandung Dian Hendrayana mengemukakan bahwa monumen perjuangan pahlawan pandemi COVID-19 merupakan bukti bahwa kita tidak melupakan pengorbanan tenaga kesehatan.
Dian mengatakan bahwa yang terjadi dalam kehidupan saat ini, manusia kerap melupakan jejak karena terlalu terperangah ke arah masa depan. Proses dan perjuangan yang dengan susah payah dilakukan pada masa lampau sering kali terabaikan. Padahal masa depan berawal dari masa lalu.
Monumen perjuangan pahlawan pandemi COVID-19, menurut Dian, bisa mengingatkan kita pada saudara-saudara kita yang mati syahid dalam peperangan melawan COVID-19.
Ia mengatakan bahwa monumen itu menjadi saksi bahwa masyarakat Jawa Barat pernah dihadapkan pada pandemi yang merenggut banyak nyawa dan mendatangkan berbagai kesulitan.
Sejak pemerintah pertama kali mengumumkan temuan kasus infeksi virus corona tipe SARS-CoV-2 pada Maret 2020 sampai 8 November 2021 tercatat ada total 4.248.409 kasus COVID-19 di Indonesia dan selama kurun itu ada 143.557 orang yang meninggal dunia karena COVID-19.
Dan sejak awal pandemi sampai sekarang para tenaga kesehatan, aparatur sipil negara, dan sukarelawan terus berjibaku untuk mengatasi pandemi COVID-19 dan dampaknya.
Baca juga:
Gubernur: Monumen Gasibu jadi Monumen Perjuangan COVID-19
Monumen COVID-19 di delapan kecamatan Jakarta Pusat diresmikan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2021