Tim doktor mengabdi yang beranggotakan Prof Dr Sunaryo, Prof Drs Adi Susilo, Dr Runi Asmaranto, dan Arief Andy Soebroto, melakukan sosialisasi secara luring kepada warga di Kecamatan Bumiaji tersebut.
Prof Dr Sunaryodi di Kota Batu, Selasa, mengatakan ada beberapa rekomendasi bagi warga terkait upaya mitigasi bencana, salah satunya adalah ditemukan lokasi bidang longsor yang stabil dan tidak stabil.
Baca juga: BPBD Kota Malang catat 600 keluarga terdampak banjir bandang
“Sebagai upaya mitigasi bencana, lokasi yang bidang longsornya stabil (bagian timur-tenggara dari lokasi penelitian) dapat langsung direkomendasikan untuk digunakan sebagai tempat penampungan atau relokasi penduduk yang terdampak bencana,” kata Sunaryodi di sela kegiatan.
Sedangkan lokasi yang tidak stabil, menurutnya, dapat dilakukan rekayasa sebagai upaya mitigasinya, seperti mengurangi kelebihan ketebalan/beban batuan yang terdapat di atas bidang longsor pada lintasan yang tidak stabil.
Selain itu, lanjutnya, bisa juga membuat bangunan sipil berupa tembok penahan atau bor pile (paku bumi) sampai pada kedalaman minimal, melakukan eco-engineering melalui penanaman vegetasi yang berakar paku dan/atau berakar merayap, melakukan pemasangan rambu-rambu dan early warning system (EWS), serta melakukan edukasi pada masyarakat (penerapan protokol mitigasi bencana).
Sedangkan Prof Adi Susilo menjelaskan mengenai temuan retakan-retakan yang ada di permukaan tanah dan bisa segera ditutup menggunakan lempung (tanah liat) serta bisa diinjak-injak saja supaya aliran air tidak masuk ke dalam retakan.
Di desa Brau, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, tim doktor mengabdi UB rencananya juga membuat sistem peringatan dini yang dilengkapi dengan sensor musim hujan. Jika musim hujan, tampungan air di dalam tanah akan dialirkan agar mengendap lama di dalam tanah.
Baca juga: BNPB: Banjir bandang Kota Batu disebabkan hancurnya bendung alam
Curah hujan sangat mempengaruhi longsor dan ada beberapa jenis tanah yang sensitif, seperti lempung. Istilah tekniknya itu tekanan air pori. Tanah lempung, jika terkena hujan lebat terjadi dorongan air di dalam tanah, yang tinggi massa tanahnya pun ikut jebol.
"Berbeda dengan tanah pasir yang dorongannya rendah, sehingga jika ada retakan, bisa segera ditutup,” kata Dr Runi Asmaranto di sela diskusi.
Arief Andy Soebroto menambahkan dari titik-titik kritis bisa diukur, seperti curah hujan tinggi sebagai parameter pertama, kemudian kondisi tanah.
“Kalau kondisi tanahnya kering, tidak ada hujan mungkin tidak ada longsor, nah di situ kita bisa tahu sensor endapan tanah. Pendeteksi sensor ini bisa mengetahui kandungan air yang ada di dalam tanah, kalau terlalu jenuh, akan terjadi longsor,” kata Arief Andy.
Doktor mengabdi merupakan salah satu program yang diadakan oleh Universitas Brawijaya untuk membantu kebutuhan atau mengatasi permasalahan yang ada di tengah masyarakat.
Baca juga: Seluruh korban banjir bandang Kota Batu ditemukan
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021