Meningkatkan cyber security tidak cukup hanya dari regulator atau provider dalam hal ini perbankan, tapi literasi dari masyarakat penting juga terkait menjaga keamanan informasi pribadi
Jakarta (ANTARA) - Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono menyampaikan perilaku masyarakat turut berperan penting dalam mengurangi kejahatan siber.
Teguh dalam diskusi Info Bank secara daring di Jakarta, Selasa, mengatakan hasil penelitian yang dilakukan Harmonization of LKD dan Laku Pandai, dari 28 persen responden hanya 5 persen yang pernah menggunakan ATM, hanya 5 persen yang pernah mengganti PIN ATM.
“Meningkatkan cyber security tidak cukup hanya dari regulator atau provider dalam hal ini perbankan, tapi literasi dari masyarakat penting juga terkait menjaga keamanan informasi pribadi,” katanya.
Penggantian PIN ATM, lanjut Teguh, juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat. Sebanyak 5 persen responden memiliki pendidikan SMA ke atas, lalu 8 persen nasabah dengan pendidikan SMP, sedangkan nasabah dengan pendidikan terakhir SD hanya 4 persen. Hal tersebut membuktikan banyak masyarakat yang belum paham arti penting dari menjaga keamanan informasi pribadi.
Lebih lanjut Teguh menekankan bahwa keamanan siber dan inklusi finansial digital perlu ditingkatkan seiring dengan meningkatnya pemanfaatan layanan keuangan digital dan ekonomi digital. Ia menyebut sebanyak 72 persen masyarakat Indonesia memiliki smartphone dengan jumlah pengguna internet aktif di 2021 diperkirakan mencapai 201,37 persen.
“Implikasi dari banyaknya mereka yang mengakses internet, volume transaksi secara online relatif terhadap transaksi berdasarkan kartu kredit dan debit per Agustus 2020 mencapai 68,7 persen dan pada Agustus 2021 mencapai 73,9 persen,” ujar Teguh.
Namun, seiring dengan peningkatan transaksi digital, kasus kejahatan (fraud) pada beberapa tahun belakangan juga relatif tinggi. Pada 2018 jumlah laporan ke polisi terkait online fraud mencapai 1,781 laporan dan pada 2019 mencapai 1.617 laporan.
“Terakhir di Juli 2020, salah satu platform e-commerce besar mengalami kasus privacy breach yang melibatkan 91 juta konsumen,” tuturnya.
Selain itu berdasarkan data Cybersecurity Exposure Index 2020, secara global, Indonesia termasuk negara dengan berisiko tinggi terhadap kejahatan siber dengan index 0,62. Dimana semakin mendekati angka 1 maka semakin tinggi pula eksposur terhadap kejahatan siber.
Baca juga: Ketua DPD minta perbankan sosialisasi kewaspadaan atas kejahatan siber
Baca juga: Pakar: kejahatan siber perbankan masih marak
Baca juga: Ini modus terbaru kejahatan siber perbankan
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021