Washington (ANTARA News) - Presiden Amerika Serikat Barack Obama berjuang membendung pukulan politik atas peran tentara Amerika Serikat di Libya dan menghadapi pertanyaan tajam atas cara negara adidaya itu menyaring dirinya dari perang lain.

Obama kembali ke Washington dari Amerika Latin beberapa jam lebih awal dari yang direncanakan pada Rabu, memerlukan peredaan kecaman, yang meningkat selama ketidakhadirannya, karena lawatan lima hari ke luar negeri, dimulai pada hari peluru kendali Amerika Serikat dikirim ke Libya, demikian Reuters melaporkan.

Banyak dari sesama Demokrat-nya dan beberapa dari Republiken mengeluh tidak secara memadai diajak berembuk sebelum serangan pimpinan Amerika Serikat terhadap pasukan Muammar Gaddafi itu dimulai dan mempertanyakan dasar hukum kemelut tersebut.

Anggota parlemen itu menuntut jawaban tentang tujuan sebenarnya gerakan tersebut, waktu diperlukan dan biayanya, serta kepentingan utama keamanan negara adidaya itu.

"Terserah mereka mau sebut apa ini. Kita berperang, sementara masih bergerak di dua medan lain, yang membutuhkan sumber daya hakiki untuk jangka waktu lama," kata wakil rakyat John Larson, ketua kaukus Demokrat di DPR, dalam tanggapannya di CNN.com.

"Seluruh Kongres seharusnya lebih mendapat penjelasan dan terlibat dalam keputusan itu," katanya.

Masing-masing dari 161 peluru kendali jelajah ditembakkan ke Libya pada Selasa malam berharga satu juta dolar Amerika Serikat (sekitar sembilan miliar rupiah), mahal untuk dipakai saat pemotongan anggaran sedang dirundingkan di Washington dan Obama mencoba meredakan perang panjang dan mahal di Irak dan Afghanistan.

"Ini akan menjadi bencana lain. Kita harus berhenti menghabiskan harta Amerika Serikat dalam petualangan tentara itu dan mulai mengurus hal di sini, di dalam negeri," kata anggota liberal Demokrat di DPR Dennis Kucinich kepadda Fox News.

Obama membela gerakan itu pada temu wartawan di San Salvador.

"Amerika Serikat, dengan kemampuan khas kami, harus menanggapi peristiwa di seluruh dunia sebagai pemimpin dalam masyarakat dunia," katanya.

Kegemparan itu tampaknya membuat pemerintah lengah dan Obama di luar kedudukan untuk memberikan dalih tandingan.

Obama dan pembantunya berusaha meyakinkan rakyat Amerika Serikat bahwa peran negara itu akan terbatas dalam cakupan dan waktu, pasukan darat tak akan diturunkan, dan Amerika Serikat akan mengalihkan peran utama kepada sekutunya dalam hitungan hari.

Tapi, pengecamnya mempertanyakan apakah Amerika Serikat dapat benar-benar surut ke belakang seperti keinginan Obama, terutama jika pemimpin Libya Muammar Gaddafi tetap berkuasa.

Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Libya tidak menuntut ia pergi, dan sementara Obama mengatakan ia ingin Gaddafi digulingkan, itu bukan tujuan tindakan tentara tersebut.

"Presiden harus membuat beberapa jalan keluar untuk membawa kami keluar dari kekacauan ini," kata pensiunan Jenderal Barry McCaffrey kepada MSNBC, "Apa tujuan politiknya? Apa yang kita lakukan di sana? Apa akhir dari permainan itu?"

Rakyat Amerika akan mendukung selama peran Amerika Serikat jangka pendek, kata pakar strategi Demokrat Bud Jackson.

"Sekarang, kebanyakan orang Amerika melihat ini sebagai upaya terbatas dan terancang baik dengan harapan menyelamatkan nyawa. Jika ini berlarut-larut, saya pikir tingkat kecemasan rakyat akan naik," katanya. (B002/Z002/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011