Jakarta, 23/3 (ANTARA) - Meledaknya reaktor nuklir di Fukushima Jepang yang terjadi akibat bencana gempa dan tsunami beberapa waktu lalu dipastikan tidak akan mencemari perairan Indonesia, demikian diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, usai menandatangani perjanjian kesepahaman bersama dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar, di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan hari Senin (21/3).

Isu yang menyatakan bahwa ikan di Indonesia tercemar radiasi nuklir asal Jepang adalah tidak benar. Seandainya perairan laut di sekitar Fukushima tercemar oleh senyawa radioaktif, jauhnya jarak antara Jepang dan Indonesia akan menyebabkan mengecilnya efek senyawa tersebut dikarekan terjadinya pengenceran terus menerus sepanjang perjalanan ribuan mil laut dari Jepang menuju Indonesia. "Efek langsungnya terhadap laut Indonesia dipastikan akan sangat minimal, bahkan apabila reaktor nuklir di Fukushima berada pada situasi teburuk sekalipun," tegas Fadel menjawab isu yang berkembang di tengah-tengah masyarakat baru-baru ini.

Lebih lanjut Fadel menjelaskan bahwa bencana Fukushima diperkirakan masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di Chernobyl pada bulan April tahun 1986. Hal tersebut menunjukan bahwa bencana Fukushima hanya menimbulkan dampak yang kecil pada ekosistem laut laut Jepang, sehingga tidak akan menyebabkan laut Indonesia maupun biota di dalamnya menjadi tercemar. Selain itu, dengan memperhatikan pola arus permukaan global, kemungkinan pencemaran perairan yang ada di Jepang dan sekitarnya untuk terbawa ke perairan Indonesia juga relatif kecil. Bila dilihat dari arus dominan di perairan timur Jepang yang mengarah ke utara dan selatan serta konvergen akibat terjadinya tsunami yang kemudian bergerak ke arah timur menunjukan bahwa potensi untuk mengkontaminasi perairan Indonesia diperkirakan sangat kecil.

Kekhawatiran akan terjadinya migrasi ikan dari Jepang yang telah terkontaminasi radiasi nuklir juga dipastikan sangat kecil. Hal ini dikarenakan ikan yang hidup di perairan Pasifik bagian utara berbeda populasinya dengan ikan di perairan Pasifik sebelah selatan termasuk di sekitar khatulistiwa. Sehingga Ikan-ikan yang menyebar di sekitar perairan Jepang kemungkinan kecil bermigrasi ke wilayah perairan di bawah 10 derajat Lintang Utara, apalagi sampai ke perairan Indonesia. Kecilnya kemungkinan ikan seperti tuna bermigrasi ke perairan Indonesia juga diperkuat dengan adanya aliran arus global di perairan Pasifik yang memperlihatkan bahwa aliran arus Equatorial Counter Current di belahan utara akan berbelok ke kanan sebelum mencapai perairan Indonesia.

Meskipun sampai saat ini belum ditemukan adanya bukti bahwa ikan asal Jepang terkontaminasi senyawa radioaktif. Namun demikian, untuk meyakinkan masyarakat terhadap isu yang tidak benar ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk sementara akan menghentikan masuknya komoditas kelautan dan perikanan khususnya ikan asal Jepang ke Indonesia. Selain menghentikan impor untuk sementara, KKP juga akan bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional untuk menguji kandungan radioaktif terhadap sampel ikan hasil tangkapan di perairan Pasifik.

Melalui informasi semacam ini Fadel berharap masyarakat khususnya bagi para ibu agar tetap percaya dan terus menyediakan ikan bagi konsumsi keluarganya. Apabila dibandingkan dengan menu lainnya seperti daging, ikan secara nutrisi lebih unggul serta sesuai untuk balita hingga manula.

Ketersediaan omega 3, 6, dan 9 pada ikan memberikan beberapa manfaat seperti: tumbuh kembang bayi lebih cepat, anak balita lebih aktif dan cerdas, serta terhindar dari beberapa penyakit. Ikan juga membutuhkan hanya sedikit energi untuk memasaknya, berbeda dengan daging yang membutuhkan lebih banyak energi. Di samping itu segmen ikan juga beragam, artinya ikan dapat memenuhi berbagai kelompok masyarakat.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Dr. Yulistyo Mudho, M.Sc, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811836967)

Pewarta: Adityawarman
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2011