Warga yang tak ikut serta akan merasa terkucil dari komunitas masyarakat mereka sendiri, karena itu mereka semua merasa harus ikut upacara yang hanya digelar sekali dalam tiga tahun tersebut
Jambi (ANTARA News) - Warga Desa Dusun Baru Semurup Kecamatan Air Hangat, Kabupaten Kerinci, Jambi, Minggu (20/3) menggelar tradisi "Mandi Blimau" yang diselenggarakan Balai Adat tiga tahun sekali.
"Seluruh warga masyarakat, besar kecil, tua muda, pria wanita, mengikuti tradisi `Mandi Blimau` yang digelar di `Umah Gdang` yang merupakan rumah adat Desa Sumurup di Dusun Baru," ungkap salah seorang tokoh pemuda Septa (25) saat dihubungi di Kerinci, Rabu.
Mandi Blimau (mandi air jeruk) tersebut adalah tradisi masyarakat yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang masyarakat setempat yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali.
"Warga yang tak ikut serta akan merasa terkucil dari komunitas masyarakat mereka sendiri, karena itu mereka semua merasa harus ikut upacara yang hanya digelar sekali dalam tiga tahun tersebut," katanya.
Prosesi upacara tersebut dipimpin oleh Depati Hatur Negeri yang merupakan pemimpin tertinggi dalam tatanan adat mereka. Semua warga mengantri disiramkan air bersih yang telah diberi limau atau jeruk beraneka jenis.
Sedikitnya ada tujuh jenis jeruk yang belah-belah dan dicampurkan ke air bersih tersebut, beberapa di antaranya jeruk manis, jeruk purut, jeruk kunci (jeruk kecil), jeruk Bali, dan jeruk salam.
Sembari memanjatkan doa ke hadirat Allah SWT setiap warga dimandikan oleh Depati satu persatu. Untuk dapat dimandikan mereka mengantri dengan tertib di hadapan Depati.
"Sejak subuh warga berdatangan dan berkumpul di halaman Umah Gedang, yakni rumah Adat yang merupakan Istana para depati, sekaligus merupakan Museum Sko (harta pusaka) desa-desa dan suku-suku di Kerinci," ujarnya.
Septa juga meluruskan asumsi sebagian golongan yang mengecam ritual tersebut syirik dalam ajaran agama Islam.
"Ritual tersebut bukan bagian mutlak dari syariat agama Islam yang dianut 100 persen oleh masyarakat Semurup. Ini tradisi yang tidak berlawanan dengan syariat agama. Esensinya pelestarian nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan," katanya.
(KR-BS/E003)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011