Jakarta (ANTARA News) - Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1973 pada Kamis (17/3) menghasilkan serangan udara dan laut atas wilayah-wilayah Libya oleh pasukan koalisi Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Kanada dan Italia pada Minggu (20/3) dini hari.
Resolusi tersebut mengesahkan keputusan zona larangan terbang di Libya dan memerintahkan "semua tindakan yang diperlukan" untuk melindungi warga sipil yang pada awalnya disambut dengan pengumuman gencatan senjata pada Jumat (18/3) oleh rezim Muamar Gaddafi.
Namun pasukan Gaddafi melanjutan serangan pada kubu pemberontak di Benghazi dan mendorong pasukan koalisi untuk campur tangan dengan melakukan serangan udara berdarakan dengan resolusi.
Sebuah pesawat Prancis memulai serangan terhadap sebuah kendaraan di Libya pada Sabtu (19/3) pukul 16.45 GMT (pukul 23.45 WIB), tembakan pertama dalam operasi yang disebut sebagai "Odyssey Dawn" (Petualangan Fajar) itu.
Tembakan pertama itu terjadi setelah Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, para pemimpin Eropa, Menlu AS Hillary Clinton, Sekjen PBB Ban Ki-moon serta utusan Liga Arab dari Jordania, Maroko, Qatar, Uni Emirat Arab (UAE) dan Sekjen Liga Arab di pertemuan Prancis setuju untuk menggunakan kekuatan udara guna memaksakan resolusi PBB itu.
"Dalam perjanjian dengan mitra-mitra kami, pasukan udara kami akan melawan serangan oleh pesawat Kolonel Gaddafi terhadap masyarakat Benghazi," kata Sarkozy, merujuk ke markas pemberontak Libya.
Sekitar 20 pesawat terlibat dalam operasi di atas Libya, kata kementerian pertahanan Prancis. Prancis memiliki sekitar 120 pesawat, sebagian besar jet Rafale dan Mirage 2000, dan kapal induknya Charles de Gaule akan berangkat ke Libya pada Minggu.
"Kolonel Gaddafi yang membuat ini terjadi. Ia berbohong pada masyarakat internasional, ia menjanjikan gencatan senjata, ia melanggar gencatan senjata itu. Ia terus menyerang rakyatnya sendiri," katanya PM Inggris David Cameron pada televisi Inggris.
PM Jose Luis Zapatero mengatakan Spanyol akan membantu mengadakan zona larangan terbang dengan menyediakan sebuah pesawat pengisi bahan bakar di udara dan empat jet tempur F-18 yang akan berangkat Sabtu ke sebuah pangkalan udara Italia.
PM Belgia Yves Leterme menjelaskan Belgia akan menyediakan pesawat F-16 yang sekarang ada di Yunani selatan.
PM Italia Silvio Berlusconi memastikan beberapa pangkalan Italia akan disediakan untuk membantu penerapan zona larangan terbang di bekas jajahannya itu, dan menambahkan pastisipasi Italia lagi akan menyusul.
Hasilnya, tidak kurang dari 124 peluru kendali (rudal) jelajah Tomhawk ditembakkan ke Libya dari kapal dan kapal selam AS dan Ingris, menghantam lebih dari 20 sistem pertahanan udara terintegrasikan dan fasilitas pertahanan ke darat lainnya.
Rudal pertama menghantam pada Minggu (20/3) pukul 19 GMT (pukul 02.00 WIB) menyusul seranga udara yang dilakukan sebelumnya oleh pesawat perang Prancis, kata Gortney, direktur staf gabungan AS.
AS dan negara-negara sekutunya belum menerapkan zona larangan terbang dengan pesawat yang mematroli angkasa, katanya, tapi "kami akan menetapkan kondisi untuk dapat mencapai keadaan itu" kata Kepala Staf Gabungan AS, Laksamana William Gortney.
"Misi kami sekarang ini adalah untuk membentuk ruang pertempuran dalam satu cara di mana mitra-mitra kami mungkin akan mengambil pimpinan," katanya.
Merujuk pada peta operasi, Gortney menjelaskan sebagian besar sasaran "adalah di atau dekat pantai yaitu lokasi penting agar zona larangan terbang terlaksana karena banyak aktivitas udara dan upaya militer rezim itu terjadi di bagian negara tersebut," tambahnya.
19 pesawat AS termasuk tiga pesawat pembom B2, jet tempur F-15 dan F-16 ikut ambil bagian dalam serangan itu.
Hasilnya adalah pada Minggu, televisi pemerintah Libya melaporkan 48 orang tewas dan 150 lainnya cedera akibat serangan udara sekutu yaitu dari AS, Inggris, Prancis, Kanada dan Italia.
Stasiun televisi CBS News di laman internetnya mengatakan tiga pembom siluman AS B-2 menjatuhkan 40 bom di satu "lapangan udara penting" Libya, yang tidak disebutkan namanya.
Televisi Libya menayangkan gambar dari satu rumah sakit yang tidak disebutkan namanya tentang apa yang disebutnya korban-korban "musuh penjajah". Sepuluh mayat ditutup dengan kain berwarna putih dan biru, dan beberapa orang cedera, satu di antara mereka berada kondisi parah, kata televisi itu.
Penduduk Tripoli mengatakan mereka mendengar suara ledakan keras dekat distrik Tajoura di sebelah timur sementara di Misrata mereka mengatakan serangan-serangan ditujukan pada pangkalan udara yang digunakan pasukan Gaddafi.
Seorang wartawan AFP juga menyaksikan satu rudal telah menghancurkan bangunan kediaman Muamar Gaddafi yang berada sekitar 50 meter dari tenda tempat Gaddafi biasa menemui para tamunya di Tripoli rata dengan tanah.
Pada Senin diberitakan koalisi pasukan Barat membombardir kota Sebha di selatan, benteng pertahanan suku Guededfa asal pemimpin Libya Muamar Gaddafi
"Sejak Sabtu, musuh koalisi telah melancarkan serangan udara dan serangan rudal di Tripoli, Zuwarah, Misrata, Sirte dan Sebha, khususnya ditujukan ke bandara-bandara," kata Mussa Ibrahim pada konferensi pers di Ibu kota Tripoli.
Ledakan-ledakan masih bergema pada Senin sekitar pukul 19.00 GMT (Selasa pukul 02.00 WIB) di dekat barak Bab el-Aziziya di daerah selatan Tripoli.
Namun Militer AS juga tidak mengetahui banyak tentang keberadaan pemimpin Libya Muamer Gaddafi setelah gelombang serangan dan mengatakan bahwa serangan tersebut bertujuan menghancurkan pusat komando dan pengawasan pasukan Libya.
"Saya tidak mengetahui banyak mengenai lokasi pemimpin Libya itu," kata Jendral Carter Ham, panglima Komando Afrika AS, kepada wartawan pada jumpa pers seraya menambahkan "kami telah mencapai hasil yang cukup berarti dalam penghancuran pusat komando".
Respon Negara
Dalam merespon serangan tersebut, pemimpin Libya Muamar Gaddafi Sabtu mengatakan, akan mempersenjatai penduduk sipil untuk mempertahankan Libya dari apa yang dia sebut agresi "kolonial, salib" oleh pasukan Barat.
"Sekarang diperlukan untuk membuka gudang dan semua senjata dari berbagai jenis senjata untuk mempertahankan kemerdekaan, kesatuan dan kehormatan Libya," kata Gaddafi dalam siaran televisi pemerintah setelah serangan dimulai.
"Kami menyerukan kepada masyarakat dan warga Arab dan negara-negara Islam, Amerika Latin, Asia dan Afrika untuk berdiri bersama orang-orang Libya yang gagah berani untuk menghadapi agresi ini, yang hanya akan meningkatkan kekuatan orang-orang Libya, keteguhan dan persatuan mereka," katanya.
Ketua parlemen Libya, Abul Qasim al-Zuai, mengutuk serangan udara Barat terhadap negaranya tersebut sebagai aksi "agresi biadab"
"Negara-negara Barat telah melakukan serangan udara di beberapa tempat di Tripoli dan Misrata, yang menimbulkan kerusakan sangat besar pada infrastruktur sipil dan lainnya," katanya pada konferensi pers di Tripoli.
Uni Afrika setelah pertemuan lebih dari empat jam di ibu kota Mauritania, Nouakchott, pada Minggu mendesak adanya "penghentian segera" semua serangan dan meminta penguasa Libya menjamin "bantuan kemanusiaan untuk mereka yang membutuhkan," serta "perlindungan terhadap warga-warga asing termasuk para warga Afrika yang tinggal di Libya."
Komite AU mengenai Libya beranggotakan lima kepala negara Afrika. Tetapi pertemuan di Nouakchott hanya dihadiri presiden-presiden Mauritania, Mali dan Kongo sementara Afrika Selatan dan Uganda diwakili menteri-menteri.
Kedermawanan Libya dan peran Gaddafi dalam pembentukan Uni Afrika membuat benua itu bersikap hati-hati, kata para ahli.
AU dibentuk tahun 1999 dalam Deklarasi Sirte, setelah KTT yang dituan rumahi Gaddafi di kampung halamannya di pantai Libya itu. Deklarasi itu mengatakan para pendiri merasa diilhami "visi Gaddafi bagi satu Afrika yang kuat dan bersatu."
"AU sebagai satu organisasi banyak disumbang oleh Gaddafi," kata Fred Golooba Mutebi dari Institut Riset Sosial Universitas Najerere Kampala.
Sementara itu China juga menyatakan penyesalannya atas serangan terhadap Libya dan menentang pengerahan kekuatan militer dalam hubungan internasional, demikian tertulis dalam pernyataan resmi kementerian luar negeri China.
"China telah mencatat perkembangan-perkembangan terakhir di Libya dan menyatakan penyesalan atas serangan-serangan militer di Libya itu dan China menghormati kedaulatan, kemerdekaan, persatuan dan integritas negara," kata pernyataan itu.
China dan Rusia tidak memberi otorisasi resolusi PBB 1973 atas Libya namun juga tidak menggunakan hak veto untuk menentangnya dan bersikap abstain dalam pemungutan suara DK PBB bersama Brazil dan India.
Perdana Menteri Rusia Vladimir Puti pada Senin (21/3) mengutuk resolusi PBB, yang memungkinkan tindakan tentara di Libya sebagai "seruan perang salib pada abad pertengahan" dan mengecam Washington untuk kesiapannya memamerkan kekuatan.
"Resolusi Dewan Keamanan itu, tentu saja, cacat dan tidak sah, bagi saya, itu menyerupai seruan perang salib pada abad pertengahan ketika seseorang menarik orang lain untuk pergi ke tempat tertentu dan membebaskan yang lain," kata Putin yang dikutip kantor berita Rusia.
Perdana menteri Rusia itu juga mengecam "kecenderungan berkelanjutan" campur tangan tentara Amerika Serikat di seluruh dunia, dengan menuduh Washington bertindak tanpa nurani.
"Semua itu dengan kedok melindungi warga damai. Di mana nalarnya? Di mana nuraninya? Tidak salah satu di antara keduanya," kata Putin.
"Peristiwa saat ini di Libya membuktikan bahwa kita melakukan segalanya dengan benar dalam rangka memperkuat kemampuan tentara Rusia," tambahnya.
Negara lain yang menentang serangan itu adalah Kuba yang "mengutuk keras" intervensi militer asing dalam konflik dalam negeri Libya.
Pihak berwenang Kuba mengatakan intervensi tersebut "merupakan manipulasi bersama dari Piagam PBB dan kewenangan DK PBB, serta menunjukkan "standar ganda"
"Resolusi PBB 1973 yang diterapkan Kamis lalu oleh DK tidak memberi wewenang apa pun dalam banyak serangan di wilayah Libya, yang berarti pelanggaran hukum internasional," katanya dalam pernyataan.
"Kuba mendukung hak warga Libya guna memutuskan nasib sendiri tanpa intervensi asing, mengutuk pembunuhan warga sipil di Libya dan di tempat lainnya, serta mendukung keutuhan wilayah dan kedaulatan atas segala sumber daya di negara itu," kata pernyataan tersebut.
India lewat Menteri Luar Negeri S.M. Krishna juga meminta diakhirinya serangan udara ke Libya, dan mengatakan serangan itu akan lebih membahayakan "warga sipil, warga asing dan misi-misi diplomatik."
"India menyerukan kepada semua pihak untuk berjanji untuk meninggalkan kekerasan dan penggunaan ancaman dan kekuatan untuk menyelesaikan perbedaan. Saya pikir yang diperlukan saat ini adalah penghentian konflik bersenjata," katanya.
Pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei dalam pidatonya pada Senin di televisi pemerintah mengatakan mengecam intervensi militer di Libya.
"Amerika Serikat dan (sekutu) Barat menyatakan ingin membela rakyat dengan melakukan operasi militer ... Anda tidak datang untuk membela rakyat, Anda datang karena minyak Libya," tuduh Khamenei dalam siaran langsung dari kota suci Mashhad.
"Iran mengecam kelakuan pemerintah Libya terhadap rakyatnya, pembunuhan dan tekanan terhadap rakyat, dan pemboman kota-kotanya ... tapi (Iran juga) mengecam aksi militer di Libya," tegasnya.
Sedangkan Jepang pada Minggu mengatakan pihaknya pihaknya mendukung serangan-serangan tentara multinasional di Libya dan meminta agar Muammar Gaddafi membuat "keputusan yang bijaksana".
"Pemerintah Jepang mendukung kebijakan yang diambil oleh negara-negara anggota PBB berdasarkan Resolusi DK PBB 1973 dan mendesak pihak berwenang Libya membuat keputusan bijaksana secepat mungkin," kata Menteri Luar Negeri Jepang Takeaki Matsumoto dalam sebuah pernyataan.
Indonesia lewat pernyataan tertulis Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa berharap pelaksanaan serangan udara dari tentara multinasional tidak merugikan warga sipil Libya yang tidak bersalah.
"Pemerintah Indonesia sejak awal mengedepankan perlunya masyarakat internasional memberikan perlindungan kepada masyarakat sipil Libya, namun bentuk perlindungan yang diberikan harus sesuai dengan hukum internasional dan sesuai dengan piagam PBB," kata Menlu Marty di Jakarta, Senin.
Pemimpin Liga Arab Amr Moussa pada Senin juga menyatakan bahwa ia menghormati resolusi PBB yang melancarkan aksi militer di Libya.
"Posisi Liga Arab mengenai Libya tegas dan sejak awal kami membekukan keanggotaan Libya... Kemudian kami meminta PBB untuk menerapkan zona larangan terbang dan kami menghormati resolusi PBB tersebut dan tidak ada konflik mengenai hal itu," katanya.
"Kami akan terus melanjutkan usaha untuk melindungi warga sipil dan kami mendesak setiap pihak untuk mempertimbangkan hal tersebut dalam setiap tindakan militernya," kata Moussa.
Warga Libya
Kelompok perlawanan di Libya sendiri mendukung serangan yang dilakukan oleh Barat tersebut.
"Kami kira ini akan mengakhiri kekusaan Gaddafi. Rakyat Libya tidak akan pernah melupakan sikap Prancis terhadap mereka.Jika tidak ada mereka , maka Benghazi akan dikuasai malam ini," kata Iyad Ali (37).
Di Tripoli, ribuan orang berkumpul di istana Bab al Aziziyah, kompleks Gaddafi yang dibom pesawat-pesawat tempur AS tahun 1986 untuk menunjukkan dukungan mereka.
"Ada 5.000 anggota suku yang siap datang ke sini utnuk berperang bersama pemimpin kami. Barat lebih baik tidak berusaha menyerang negara kami," kata petani Mahmoud el Mansouri.
Meski kelompok perlawanan menyambut serangan tersebut, namun mereka tidak ingin pasukan darat asing mengintervensi perang, kata juru bicara kelompok perlawanan Ahmed El-Hasi dari koalisi 17 Februari.
"Koalisi menolak pasukan asing di darat namun kami mendukung pengeboman atas pasukan Gaddafi," katanya di kota Benghazi dan menambahkan bahwa mereka masih berupaya merebut ibu kota Tripoli tanpa aksi serangan dari pasukan asing. (DLN/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011