Menwa lebih mengutamakan ketegasan dan kedisiplinan dalam berorganisasi, tetapi hindari kekerasan fisik.

Lebak (ANTARA) - Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Latansa Mashiro Rangkasbitung Mochamad Husen mengatakan pendidikan dan latihan dasar (diklatsar) resimen mahasiswa (menwa) perlu perbaikan guna menghindari kekerasan hingga mengakibatkan korban jiwa.

"Kita merasa prihatin seorang mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Gilang Endi Saputra, meninggal saat menjalani diklatsar menwa," kata Mochamad Husen, di Lebak, Minggu.

Kekerasan yang terjadi pada Diklatsar Menwa UNS itu seharusnya tidak terjadi jika memiliki standar operasional prosedur (SOP) secara benar.

Selama ini, pengaderan menwa masih terjadi kekerasan hingga mengakibatkan kematian para yuniornya.

Karena itu, panitia pelaksanaan diklatsar menwa harus memiliki SOP agar tidak menimbulkan kekerasan.

"Mereka harus memiliki SOP yang tersusun untuk menghindari kekerasan yang dilakukan para seniornya. Kami minta menwa di berbagai perguruan tinggi itu dipertahankan, namun perlu perbaikan agar tidak menimbulkan korban jiwa," katanya menegaskan.

Menurut dia, selama ini diklatsar menwa sangat menakutkan untuk membentuk jiwa disiplin dan tegas, bahkan pelatihannya mirip militer.

Kader-kader menwa itu mendapatkan pelatihan fisik yang keras dan jika tidak mampu tentu mendapatkan hukuman fisik.

Dengan demikian, pihaknya berharap para panitia penyelenggara menwa tentu harus memiliki SOP yang tersusun, sehingga tidak melakukan kekerasan.

"Kami setuju menwa lebih mengutamakan ketegasan dan kedisiplinan dalam berorganisasi, tetapi hindari kekerasan fisik. Dan, pihak institusi perguruan tinggi di bawah pembantu rektor bidang kemahasiswaan harus mengontrol kegiatan menwa tersebut agar tidak kebablasan," katanya menjelaskan.

Ia mengatakan pula, menwa jangan sampai dihilangkan karena manfaatnya masih diperlukan untuk membangun kedisiplinan dan ketegasan dalam organisasi.

Kekerasan yang terjadi pada Diklatsar Menwa UNS itu akibat lemahnya pengawasan dari rektor dan pembantunya, juga tidak memiliki SOP yang tersusun dengan baik untuk menghindari kekerasan.

"Kami setuju pelaku kekerasan itu diproses hukum, seperti Kepolisian Solo sudah menangkap dua tersangka itu berinisial NFM (22) dan FPJ (22)," katanya pula.
Baca juga: Rektor UNS sampaikan permintaan maaf terkait kasus Gilang Endi
Baca juga: Polisi tetapkan dua tersangka tewasnya mahasiswa Diklatsar Menwa UNS

Pewarta: Mansyur suryana
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021