"Wartawan itu yang menjaga untuk menjamin demokrasi dapat berlangsung."

Jakarta (ANTARA News) - Wartawan senior Rosihan Anwar (89) memohon doa kepada kerabat, insan pers dan masyarakat luas lantaran akan menjalani operasi bedah (by pass) jantung di Rumah Sakit (RS) Harapan Kita, Jakarta, Kamis (24/3).

"Beliau minta doa dari masyarakat, terutama insan pers, karena tim dokter Rumah Sakit Harapan Kita hari ini memutuskan akan melakukan pembedahan, by pass, jantungnya," kata Sekretaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Ilham Bintang, kepada ANTARA News seusai membesuk Rosihan Anwar di ruang perawatan intensif (Intensive Care Unit/ICU) RS Harapan Kita, Senin.

Pak Ros, demikian panggilan akrab Rosihan Anwar, sebelumnya sempat dirawat di ICU RS Metropolitan Medical Center (MMC), Jakarta, pada 7 Maret 2011, setelah mengalami nyeri pada bagian dadanya, kata Naila Karima, puteri bungsu Rosihan.

"Keluhannya dada terasa panas dan nyeri," kata putrinya, dr. Naila Karima, saat itu.

Sebagai wartawan, Rosihan Anwar yang lahir di Kubang Nan Dua, Sumatera Barat, pada 10 Mei 1922, memulai karir sejak 1943 di Asia Raya, kemudian redaktur harian Merdeka (1945), dan Pemimpin Redaksi harian Pedoman.

Ia adalah salah seorang wartawan Indonesia yang meliput Konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag pada 1949, saat Belanda menyerahkan kedaulatannya kepada Republik Indonesia.

Peristiwa bersejarah meliput KMB itu telah dibukukannya, dan terbit bertepatan dengan hari ulang tahun ke-88 di Hotel Santika Jakarta. Buku "Napak tilas ke Belanda: 60 Tahun Perjalanan Wartawan KMB 1949" tersebut merupakan salah satu dari setidak-tidaknya 22 buku karyanya.

Pak Ros juga salah seorang pendiri Perusahaan Film Nasional (PFN) pada 1950. Ia juga wartawan peliput film, dan pernah membintangi film berjudul "Krisis". Dia juga pernah menjadi Ketua Umum PWI Pusat.

Ia dikenal aktif mengikuti berbagai kegiatan publik, dan pada Kamis (24/2) aktif mengikuti diskusi "Peliputan Konflik dan Traumatik" di Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Saat itu, ia menegaskan bahwa wartawan bukanlah pemangku kekuasaan dalam proses demokrasi.

"Tidak benar kalau ada orang yang beranggapan wartawan itu pemangku kekuasaan dalam demokrasi. Wartawan itu yang menjaga untuk menjamin demokrasi dapat berlangsung," katanya pemilik rumah di Jalan Surabaya Nomor 13, Menteng, Jakarta Pusat itu menegaskan. (*)

Pewarta: Priyambodo RH
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011