Kairo (ANTARA News) - Kelompok-kelompok pro revolusi Mesir berbeda pandangan mengenai referendum amandemen konstitusi yang berlangsung pada Sabtu.
Lebih dari 45 juta warga berusia di atas 18 tahun pemilik hak suara mencoblos untuk menentukan "ya" atau "tidak" menyangkut amandemen.
Untuk memudahkan jalannya pelaksanaan referendum, pemilik hak suara hanya menunjukkan kartu tanda penduduk saat mencoblos.
Komite Referendum menyiapkan lebih dari 50.000 tempat pemungutan suara di seantero Mesir dan berlangsung selama sembilan jam mulai pukul 8.00 hingga 19.00 waktu setempat atau pukul 13.00-24.00 WIB.
Menurut Komite Referendum, sekitar 38.000 tentara dikerahkan untuk membantu polisi mengamankan referendum, di samping 17.000 hakim sebagai pengawas jalannya referendum.
Referendum tersebut diadakan oleh Dewan Tertinggi Militer selaku penguasa sementara setelah mengambilalih kekuasaan dari presiden terguling Hosni Mubarak pada 11 Februari.
Dewan Militer pada bulan lalu membekukan konstitusi dan membentuk komite terdiri atas ahli hukum dan politik untuk mengajukan perubahan beberapa pasal guna menjamin pemilihan umum jujur dan transparan.
Amandemen juga mencakup pengurangan masa jabatan presiden dari enam tahun menjadi empat tahun -- dari sebelumnya enam tahun -- serta membatasi seorang presiden hanya boleh menjabat dua masa bakti saja.
Diatur pula bahwa presiden terpilih dapat menunjuk wakil presiden dalam waktu 60 hari setelah dilantik.
Beda Pandangan
Ikhwanul Muslimin, oposisi utama yang menggerakkan revolusi, mendukung referendum karena dinilainya dapat meratakan jalan bagi reformasi politik.
Adapun beberapa kalangan pro revolusi seperti Kefaya, Kelompok 6 April, Kelompok Koalisi Revolusi 25 Januari dan Partai Al Wafd menolak referendum karena menilainya sebagai upaya melucuti revolusi.
Dua tokoh bakal kandidat presiden, yakni Mohamed ElBaradei dan Amr Moussa juga mengkampenyekan penolakan referendum.
Kelompok penolak menghendaki agar konstutusi itu tidak sekedar amandemen tetapi diwujudkan satu konstitusi yang benar-benar baru.
Jika ferendum dimenangkan "ya", maka pemilihan parlemen akan diadakan akhir September.
Namun, bila "tidak" yang terbanyak, maka Dewan Tinggi Militer -- yang berkuasa sejak mundurnya Presiden Hosni Mubarak pada 11 Februari 2011 -- akan mengeluarkan dekrit konstitusi sebagai Piagam Nasional sementara hingga terlaksananya pemilihan parlemen dan presiden.
Di sisi lain, umat Kristen, yang menempati sekitar 10 persen dari total 80 juta penduduk, menyatakan keberatan dengan Pasal 2 Konstitusi yang menyebutkan bahwa Islam merupakan agama negara dan hukum Islam sebagai sumber utama perundang-undangan. (M043/A026/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011