Benghazi, Libya (ANTARA News/AFP) - Pasukan yang setia pada pemimpin Libya Moamer Kadhafi masih menyerang posisi gerilyawan, Jumat, lebih dari empat jam setelah pemerintah mengumumkan gencatan senjata segera, kata oposisi.
Khaled al-Sayeh, dari dewan militer pemberontak, mengatakan pada jumpa pers di Benghazi, "Rejim Kadhafi tidak pernah berhenti menembaki atau menyerang orang. Sampai saat ini ia masih menyerang tempat-tempat yang dikepung."
Ia menambahkan, pemboman terus-menerus tetap dilakukan di Zintan, Ajdabiya dan Misrata, demikian AFP melaporkan.
Namun, pernyataan oposisi itu dibantah oleh pihak berwenang Libya.
"Angkatan bersenjata menghormati gencatan senjata yang diumumkan dan komitmen untuk melindungi warga sipil, dan tidak melakukan operasi militer" sejak pengumuman gencatan senjata, kata satu sumber militer kepada AFP.
Ledakan-ledakan keras namun sporadis juga terdengar Jumat di pusat kota Tripoli, demikian dilaporkan oleh wartawan dan saksi lain di ibukota Libya itu.
Sekitar enam hingga delapan ledakan terdengar namun penyebab atau tempat pastinya belum diketahui.
Ledakan-ledakan itu terdengar ketika rejim Kadhafi mengumumkan gencatan senjata setelah resolusi Dewan Keamanan PBB yang mensahkan serangan udara dan segala tindakan lain untuk menghentikan ofensif pasukan Libya terhadap gerilyawan oposisi.
Khaled al-Sayeh juga mengatakan, gerilyawan berkoordinasi dengan negara-negara Barat mengenai sasaran serangan udara terhadap pasukan Kadhafi.
"Ada koordinasi dengan berbagai badan internasional mengenai tindakan yang akan diambil dan sejumlah tempat sudah dirinci," kata Sayeh kepada wartawan di Benghazi, kota yang dikuasai pemberontak.
Koalisi negara-negara Barat bersiap-siap melancarkan serangan udara terhadap Libya setelah Dewan Keamanan PBB mensahkan aksi militer untuk menghentikan ofensif pasukan Libya terhadap gerilyawan oposisi.
Kekerasan hingga kini terus berlanjut di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Kadhafi.
Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Kadhafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, kini pasukan Kadhafi dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.
Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.
Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Kadhafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.
Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.
Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.
Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.
Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.
Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.
Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011