Tripoli (ANTARA News) - Televisi Libya memberitakan, Kamis, pasukan yang setia pada Moamer Kadhafi menguasai Misrata, salah satu benteng terakhir oposisi, dan membersihkan kota itu dari gerilyawan.
"Angkatan bersenjata menguasai kota Misrata. Wilayah itu kini dibersihkan dari geng-geng teroris," kata televisi Allibya, seperti dilaporkan AFP.
Kadhafi telah berjanji dalam pernyataan yang disiarkan di televisi pemerintah pada Rabu malam, pasukannya akan merebut kembali Misrata, kota ketiga Libya yang terletak 200 kilometer sebelah timur Tripoli, dalam satu "perang menentukan".
Misrata dikuasai oposisi sekitar 10 hari setelah pemberontakan menentang rejim Kadhafi meletus pada 15 Februari dan menjadi ajang bentrokan-bentrokan sporadis antara kedua pihak sejak itu.
Pasukan pro-Kadhafi menyerang Misrata pada Rabu, menewaskan sedikitnya empat orang dan melukai sepuluh, kata seorang juru bicara oposisi, namun ia menambahkan bahwa gerilyawan telah memukul mundur pasukan penyerang.
Pekan lalu, Misrata menjadi sasaran sejumlah ofensif oleh pasukan Kadhafi dan sedikitnya 21 orang tewas, termasuk seorang anak, dan puluhan lain cedera dalam bentrokan sengit dan pemboman gencar, kata petugas medis.
Kekerasan hingga kini terus berlanjut di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Kadhafi.
Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Kadhafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, kini pasukan Kadhafi dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daearh tersebut.
Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.
Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Kadhafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.
Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.
Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.
Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.
Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.
Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.
Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011