Jakarta (ANTARA) - Dibuka Jumat malam nanti oleh Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin di Stadion Mandala di Jayapura, Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) Papua 2021 mempertemukan 3.609 atlet dari 33 provinsi untuk berkompetisi dalam 640 nomor di Kota dan Kabupaten Jayapura guna memperebutkan 861 medali emas, 861 medali perak dan 1.090 medali perunggu, sampai 15 September nanti.

Mereka akan bertanding dan berlomba dalam 12 cabang olahraga yang meliputi angkat berat, atletik, boccia, bulu tangkis, catur, judo, menembak, panahan, renang, sepak bola cerebral palsy (CP), tenis lapangan kursi roda dan tenis meja.

Tentu saja bukan semata demi medali dan prestasi karena yang juga penting yang bakal dan mesti dipraktikkan oleh ketiga ribu enam ratus atlet dan semua orang yang terlibat dalam ajang untuk saudara-saudara difabel kita ini, adalah cara bagaimana medali dan prestasi itu direngkuh.

Ketika paralimpian Sumatera Selatan Jendi Pangabean meminta 'menanglah karena layak', maka tak peduli Anda atlet difabel atau tidak, dalam olahraga, sportivitas adalah segalanya.

Sportivitas adalah semangat dan nilai di balik semua cara dalam mana segala prestasi ditorehkan atlet, difabel atau tidak.

Walau diutarakan dalam kalimat berbeda, yang disampaikan Jendi itu selaras dengan ucapan peraih medali emas Paralimpiade Sydney 2000 yang juga ketua Komite Paralimpiade Korea Jung Jin-wan, bahwa yang "luar biasa dari sudut pandang atlet adalah tetap percaya diri dan bermartabat selagi berusaha mencapai yang terbaik selagi mengatasi segala tantangan sampai pertandingan tuntas."

Seperti semua paralimpian dan atlet paralimpiade, Jendi dan Jung Jin-wan tidak butuh belas kasihan dan keistimewaan ketika memburu prestasi paling tinggi sekalipun dalam situasi serba sulit akibat pandemi COVID-19 ini, karena medali bukan segalanya.

Medali memang penting, pun demikian dengan rekor, tetapi semua itu tetap harus dilakukan cara bermartabat dengan menjunjung sportivitas, tak peduli ada pandemi atau tidak.

Itu spirit besar yang harus menjadi nilai bersama untuk siapa pun yang turut berlomba dan bertanding serta terlibat dalam Peparnas Papua 2021.

Semata medali atau seberapa banyak medali yang dikumpulkan sama artinya mendegradasi kompetisi olahraga, entah itu untuk kaum difabel atau tidak. Cara pandang seperti itu niscaya menyisihkan empati yang seharusnya melekat pada setiap ajang paralimpiade.

Jendi sudah pasti tak ingin menang karena diistimewakan, pun demikian dengan atlet-atlet lainnya yang akan berkompetisi dalam Peparnas Papua 2021. Mereka sebaliknya mendamba sportivitas, yang secara alamiah dimodali oleh empati dan erat berkaitan dengan upaya menguatkan kesetaraan.

Lain dari itu, menghadirkan kompetisi yang adil sama artinya dengan meninggikan kesetaraan yang dari masa ke masa senantiasa menjadi semangat besar di balik semua ajang paralimpiade, termasuk semestinya Papernas Papua ini, terlebih Perpanas Papua mengusung semangat "Sehati mencapai tujuan, ciptakan prestasi!"

Baca juga: Wapres bertolak ke Papua buka Peparnas XVI
Baca juga: Gubernur Papua sambut atlet disabilitas pada "malam baku dapa"

Selanjutnya : kesetaraan dan empati

Perenang Marinus Melianus Yowei (tengah) membawa obor Peparnas XVI Papua di halaman Gedung Negara, Jayapura, Papua, Kamis (4/11/2021). . ANTARA FOTO/Indrayadi TH/hp. (Antara Foto/Indrayadi TH)

Kesetaraan dan empati

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, "sehati" adalah bersatu hati atau seia sekata atau harmoni. Dan harmoni membutuhkan sejumlah syarat pasti yang di antara yang paling pasti adalah kesetaraan dan empati.

Kesetaraan ini pula yang berulang kali ditegaskan para pemangku kepentingan yang berkaitan langsung dengan hajat Peparnas termasuk pemerintah ketika Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali berkirar bahwa Peparnas Papua akan difasilitasi sama dengan PON Papua bulan lalu yang juga diadakan di Bumi Cenderawasih.

Zainudin bahkan meminta media massa memberikan porsi liputan yang sama seperti pernah terjadi pada PON Papua lalu karena menurut dia, dan bagian besar masyarakat bangsa ini yang meninggikan kesetaraan, prestasi atlet paralimpide ini sama pentingnya dengan atlet-atlet yang beroleh prestasi dari PON Papua silam.

Tak cuma di situ, pemerintah sampai menginginkan bonus untuk atlet-atlet difabel sama dengan bonus yang sudah diberikan atau sudah dijanjikan kepada atlet-atlet PON, karena, meminjam kalimat Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga pada Kementerian Pemuda dan Olahraga, Chandra Bakti, "upaya yang dilakukan atlet disabilitas ini juga sama, keluar keringatnya sama, pembinaannya sama."

Oleh karena itu, Peparnas Papua adalah momentum untuk menciptakan panggung kesetaraan bagi kaum difabel, selain menyimbolkan cara bangsa ini berempati kepada sesamanya.

Baca juga: Api sudah dinyalakan lewat prosesi adat, Kirab Obor Papernas mulai

Ajang ini adalah memang mandala dalam mana atlet-atlet difabel unjuk kemampuan mencetak prestasi dan pencapaian tertinggi demi meninggikan kesetaraan itu, dan juga daerah dan bangsanya.

Tetapi Peparnas Papua juga merupakan cara bangsa ini memuliakan kesetaraan demi meninggikan masyarakat inklusif yang tidak melihat seperti apa fisik mereka, dari mana mereka datang, keyakinan apa yang mereka anut, pandangan politik apa yang mereka peluk, dari suku mana mereka berasal, dan tradisi apa yang mereka pegang erat.

Ini adalah ajang di mana masyarakat bangsa ini tidak kendur memajukan kesetaraan yang penting sekali dalam kerangka menciptakan masyarakat inklusif di tengah masyarakat majemuk yang terus diganggu oleh segelintir manusia egoistis nan super-sektarian yang tak henti memercikkan bara api perpecahan untuk memusnahkan atmosfer inklusif demi utopia masyarakat eksklusif yang mustahil terwujud dalam era modern ini.

Untuk itu, Peparnas Papua 2021 adalah cahaya untuk kesetaraan, sehingga tidak salah jika Peparnas ini dibuka oleh seremoni yang mengusung tema cahaya, tepatnya "Cahaya kemenangan dari timur Papua".

Tema ini merepresentasikan peran dan kedudukan Papua yang menyinari dan menyemangati Nusantara, bahkan dunia, yang diharapkan mendorong atlet difabel terus berjuang dengan hati yang terang dan menjunjung tinggi-tinggi sportivitas selama berkompetisi guna merengkuh pencapaian paling tinggi, baik itu medali maupun rekor.

Manakala semua itu tercapai, dan apalagi jika semuanya ditempuh dengan cara-cara layak seperti disebut Jendi Pangabean dan bermartabat, maka niscaya kesetaraan pun makin kuat yang akhirnya makin merekatkan sebuah masyarakat inklusif sehingga bangsa ini kian rapat bersatu dalam harmoni.

Baca juga: Mengenal maskot Peparnas Papua Hara dan Wara
Baca juga: Menutup Oktober penuh warna, menyongsong November penuh asa


Copyright © ANTARA 2021