"Ini berita gembira, Unit Pelaksana Teknis DJPB BPBAP Situbondo sudah berhasil menemukan teknologi budidaya lobster," kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu, dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, upaya ini merupakan instruksi dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, yang sangat berkomitmen mengembangkan budidaya lobster nasional.
KKP, masih menurut dia, selalu siap memberikan dukungan untuk pengembangannya seperti akses sarana dan prasarana, pendampingan teknologi dan lainnya.
"Untuk budidaya lobster, kami di KKP mendukung penuh baik regulasinya, pendampingan dan hal lain yang dibutuhkan untuk peningkatan produktivitas lobster. Karena kita ingin, Indonesia sebagai produsen lobster dunia," ujar Dirjen yang biasa disapa Tebe.
Tebe juga mengemukakan bahwa adanya kebijakan menghentikan ekspor Benih Bening Lobster (BBL) dan menggenjot industri budidaya sangat tepat. Dari sisi ekonomi, penghentian eksportasi BBL, salah satunya ke Vietnam akan menurunkan produksi budidaya lobster Vietnam dan memberikan peluang bagi Indonesia untuk merebut pangsa pasar yang ada.
Ia mengingatkan bahwa hasil penelitian menunjukkan tingkat sintasan atau kelulushidupan lobster di alam hanya 0,01 persen.
"Sangat berharga sekali jika 1 ekor benih bisa menjadi lobster dewasa yang dapat dikonsumsi. Oleh karena itu dilakukanlah upaya budidaya, dimana dengan melakukan budidaya lobster diharapkan dapat menjaga keberlanjutan dan ketersediaan lobster di alam," kata Tebe.
Ia mengungkapkan, BPBAP Situbondo sudah berhasil budidaya lobster dari BBL hingga 30 gram atau tahap pendederan, yaitu segmen 1 dan segmen 2 yang tergolong tahapan masih kritis, serta juga berhasil pada tahap pembesaran, yaitu segmen 3 dan segmen 4 hingga ukuran konsumsi.
Di BPBAP Situbondo, pada tahap pendederan segmen 1 dari BBL hingga saat ini 1,5 bulan dipelihara di tambak, tingkat kelangsungan hidupnya masih di kisaran 70 persen dan bahkan tahap pembesaran di segmen 3 dan 4 yang dipelihara di tambak hingga saat ini tingkat kelangsungan hidupnya di angka 100 persen.
Untuk itu, ia ingin menyadarkan masyarakat bahwa nilai ekspor lobster konsumsi akan jauh menguntungkan daripada ekspor benih. Apalagi budidaya lobster adalah industri berbasis desa, yang artinya sesuai dengan karakteristik usaha dan kemampuan teknis masyarakat pesisir, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang besar.
"Kami ingin mengajak seluruh stakeholder dan lapisan masyarakat agar ayo mulai budidaya dan bangun industri lobster. Bahkan kami juga mengajak pihak asuransi untuk bekerjasama sebagai dukungan jaminan usaha bagi para pembudidaya lobster di Indonesia. Selain itu, pinjaman modal juga akan diberikan melalui BLU LPMUKP (Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan) yang ada dibawah naungan KKP," paparnya.
Sementara itu, Koordinator Budidaya Lobster BPBAP Situbondo, Siti Subaidah yang biasa dipanggil Ibet megemukakan bahwa teknologi yang dilakukan di BPBAP Situbondo yakni ada dua metode yaitu dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) dan petak tambak berlapiskan semen seluas 1.000 meter persegi di unit pecaron BPBAP Situbondo.
Ia menjelaskan, untuk menjaga keberlangsungan dari budidaya lobster di tambak, dilakukan pengelolaan kualitas air yaitu penggantian air, siphon serta menggunakan aplikasi kapur, mineral dan probiotik (jika diperlukan). Sedangkan keuntungan dari budidaya lobster di tambak, dapat dikendalikannya parameter kualitas air seperti oksigen, pH, suhu, total bahan organik maupun total bakteri, ditambah penggunaan kincir untuk menjaga kandungan oksigen diatas 4 ppm.
Sementara untuk pengelolaan pakan pada segmen 1 diberikan pakan segar berupa pakan kerang dan pakan rucah sebesar 30 persen total biomassa dua kali sehari. Segmen 2 berupa pakan segar 25 persen total biomassa dua kali sehari, segmen 3 berupa pakan segar 20 persen total biomassa dua kali sehari dan untuk segmen 4 berupa pakan segar sebesar 15 persen total biomassa dua kali sehari.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021