Selama ini, program konsultansi teknologi Dapati mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produk industri dalam negeri, termasuk dari sektor IKMJakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengoptimalkan penggunaan serat alam menjadi bahan baku tekstil bagi industri kecil dan menengah (IKM) melalui kegiatan konsultansi dan bimbingan teknis program Dana Kemitraan Peningkatan Teknologi Industri (Dapati).
"Selama ini, program konsultansi teknologi Dapati mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produk industri dalam negeri, termasuk dari sektor IKM," kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Doddy Rahadi di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan salah satu unit kerja di bawah BSKJI Kemenperin yaitu Balai Besar Tekstil (BBT) pada 2021 telah melaksanakan konsultansi Dapati sebanyak dua kali untuk meningkatkan produktivitas dan perbaikan kualitas produk kepada Kelompok Tunas Mekar Batu Bura di Kampung Tanjung Isuy, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, dan PT Cofo Kreatif Indonesia di Kecamatan Beo Utara, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
"Kedua produk kain tenun Ulap Doyo Kalimantan Timur dan kain tenun Koffo khas Sangihe-Talaud merupakan warisan budaya asli yang masih dipertahankan masyarakat setempat,” ungkap Doddy melalui keterangan tertulis.
Untuk itu, menurut dia, serat alam memiliki potensi menjadi bahan baku tekstil yang digeluti IKM kain berbasis budaya tersebut.
Melalui kegiatan Dapati, pihaknya melakukan pendampingan untuk peningkatan kualitas serat tekstil dengan jalan memperbaiki kehalusan serat sehingga proses pemintalan dan pertenunan menjadi lebih mudah, dan produk akhir kain akan lebih baik dari sisi kehalusan dan kenyamanannya.
"Dengan kualitas serat yang lebih baik, akan meningkatkan nilai tambah produk dan dapat diaplikasikan pada produk akhir yang lebih banyak," kata Doddy.
Guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi proses produksi, tim Dapati BBT menggunakan kombinasi mekanik, kimiawi, serta pengenalan metode biologi terbaru yang lebih ramah lingkungan dan menggunakan bahan baku lokal seperti singkong dan kentang.
Selain itu, tim Dapati memberikan konsultansi proses optimalisasi teknologi melalui peningkatan performa mesin pengolah serat alam yang dimiliki IKM serta memberikan bimbingan teknis cara perawatan dan pemeliharaan mesin yang mudah dilakukan secara mandiri sehingga mengurangi ketergantungan pada teknisi mesin dari kota besar.
"Kajian standar mutu kain tenun tradisional pun sedang dipersiapkan tim konseptor bekerja sama dengan Badan Standardisasi Nasional, hal ini tentu mendukung pengembangan industri serat Indonesia," jelas Doddy.
Menurut Pembina Kelompok Tunas Mekar Batu Bura yang diwakili oleh Myra Widiono, permasalahan untuk industri kriya tekstil adalah lamanya proses di setiap tahapan pengolahan serat dari proses pelunakan serat hingga pencelupan warna yang harus diulang hingga beberapa kali.
"Dengan metode biodegumming ini, kami cukup melakukan satu kali proses saja dan sudah dapat memperoleh hasil serat yang halus sekaligus penyerapan warnanya lebih sempurna,” jelasnya.
Di lokasi lain, perwakilan PT Cofo Kreatif Indonesia Sam Pantouw menyampaikan bahwa kendala yang dihadapi adalah hasil tenunan kain yang masih kasar dan kurang nyaman digunakan.
"Dengan adanya bimbingan teknis dari BBT diharapkan produk akhir kain dapat lebih halus dan nyaman digunakan, serta mampu menaikkan kapasitas produksi. Hal ini akan membuka potensi ekspor bagi kain tenun Koffo," ungkapnya.
Baca juga: Kemenperin dukung IKM tekstil bangkit tingkatkan kinerja
Baca juga: Kemenperin dorong produsen batik terapkan industri hijau
Baca juga: Kemenperin fasilitasi pengembangan serat sintesis untuk industri TPT
Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021