Kami sedang dalam proses mengevaluasi pembangkit listrik tenaga batu bara di masing-masing negara tersebut
Jakarta (ANTARA) - Bank Pembangunan Asia (ADB) mengevaluasi lima sampai tujuh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Indonesia dan Filipina yang berpotensi dipensiunkan dalam dua sampai tiga tahun.
“Kami sedang dalam proses mengevaluasi pembangkit listrik tenaga batu bara di masing-masing negara tersebut,” kata Wakil Presiden ADB Ahmed M. Saeed dalam media briefing di Jakarta, Rabu.
Hal ini sejalan dengan ADB yang menjalin mitra dengan Indonesia dan Filipina untuk mulai menyiapkan mekanisme transisi energi atau Energy Transition Mechanism (ETM).
ETM adalah pendekatan transformatif dengan cara pembiayaan gabungan atau blended finance yang berupaya mempercepat waktu penutupan PLTU batu bara dan menggantinya dengan pembangkitan listrik yang bersih.
Mekanisme ini terdiri atas dua pembiayaan yaitu pembiayaan pertama dikhususkan untuk penutupan lebih dini atau pengalihan fungsi pembangkit listrik tenaga batu bara dengan jadwal yang dipercepat.
Pembiayaan kedua berfokus pada investasi pada pembangkitan, penyimpanan, dan peningkatan jaringan listrik untuk energi bersih yang baru.
Upaya ini dilakukan ADB untuk mendukung pemerintah dalam menciptakan kebijakan dan kondisi usaha yang berpotensi meningkatkan tata kelola program, pengurangan karbon dan sasaran transisi yang adil.
Selama tahap rintisan sepanjang dua sampai tiga tahun, ETM akan menggalang sumber daya keuangan untuk mempercepat penutupan lima hingga tujuh pembangkit listrik tenaga batu bara di Indonesia dan Filipina.
Saeed mengatakan pihaknya belum mengidentifikasi dan memilih lima sampai tujuh PLTU batu bara yang akan ditutup tersebut mengingat proses evaluasi masih terus berjalan.
Ia menjelaskan evaluasi terhadap PLTU batu bara ini dilakukan melalui beberapa kriteria termasuk terkait efisiensi yakni kebersihan pabrik hingga tingkat kekotoran dan kebaruan teknologi yang digunakan.
“Sudah kah kita mengidentifikasi aset? Jawaban singkatnya adalah kami sudah mulai memikirkan masalah ini tetapi kami belum mengidentifikasi asetnya,” katanya.
Saeed mengatakan ETM dimaksudkan untuk menjadi mekanisme berbasis pasar sehingga membutuhkan dua pihak yang bersedia dan perlu berdiskusi dengan penjual.
“Kami belum pada tahap proses di mana kami akan berdiskusi dengan penjual karena kami belum merancang program sepenuhnya juga belum sepenuhnya mengumpulkan modal yang akan dibutuhkan,” jelasnya.
Meski demikian, ia memastikan satu kekuatan struktur ETM adalah menyatukan berbagai jenis investor mulai dari hibah modal, modal filantropi, investor ekuitas, hingga penyedia utang.
Ia menegaskan para investor tersebut memiliki tujuan utama yang juga memberikan dampak positif bagi lainnya.
“Jadi misalnya kita punya investor filantropi yang tidak mau ambil untung sehingga kita bisa memobilisasi investor lain yang ingin keduanya terkena imbasnya,” katanya.
Menurutnya, hal ini menunjukkan kekuatan ETM berasal dari terciptanya mekanisme kolaboratif di antara berbagai jenis penyedia modal yang memiliki profil pengembalian risiko yang berbeda dengan tetap selaras pada tujuan.
“Saya pikir itu adalah sesuatu yang penting untuk setiap tujuan blended finance,” tegasnya.
Baca juga: ADB dan Indonesia bermitra siapkan mekanisme transisi energi
Baca juga: ADB-PLN kerja sama wujudkan target energi bersih di Indonesia
Baca juga: ADB beri pinjaman 500 juta dolar AS untuk RI dorong lingkungan usaha
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021