Kalau itu dilakukan, mengangkat kisah-kisah lokal itu kan menarik

Jakarta (ANTARA) - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) melalui Perpusnas Press menerbitkan lima buku hasil karya para penulis dari program Inkubator Literasi Pustaka Nasional (ILPN) 2021.

Lima buku yang diterbitkan adalah Kearifan Lokal untuk Memperkuat Literasi karya para penulis dari program ILPN di Perpusnas dan Literasi dalam Pemberdayaan Kearifan Lokal karya para penulis ILPN di Kota Tebing Tinggi, Representasi Kearifan Lokal di Tengah Modernitas karya para penulis ILPN di Kota Depok, Kancah Juang Kawula Muda karya para penulis ILPN di Kota Banjar, serta Menelisik Potensi dan Produk Unggulan Wisata Sekarkijang yang merupakan karya para penulis ILPN di Kabupaten Jember.

Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, di Jakarta, Rabu, mengatakan menulis merupakan rangkaian proses di mana kata-kata dirangkai menjadi kalimat yang mengandung makna dan logika, sehingga pembaca dapat memahami apa yang dibaca.

"Menulis harus dimulai dengan berlatih, sehingga program inkubator literasi ini bagus untuk mendorong masyarakat untuk menulis," katanya Syarif dalam keterangan tertulis.

Di tengah kondisi Indonesia yang kekurangan bahan bacaan, ujarnya, masyarakat memerlukan buku yang menginspirasi. Selain itu, dibutuhkan buku panduan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah dan mampu mengantarkan masyarakat untuk sejahtera.

Berdasarkan hasil sensus perpustakaan pada 2019, didapatkan kondisi rasio ketersediaan buku di Indonesia 1:90. Ini artinya, satu buku ditunggu 90 orang.

"Maka tidak bisa Perpusnas hanya dikenal sebagai institusi penjaga dan melestarikan peradaban, tetapi harus dapat menciptakan peradaban baru dengan dengan menerbitkan ribuan buku yang diperlukan masyarakat," kata dia.

Baca juga: Sukses buku pertama, "Pena di Atas Langit 2" siap diluncurkan

Untuk mewujudkan hal itu, katanya, perlu sinergi dengan semua komponen bangsa.

Dia menekankan tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan budaya baca adalah dengan memastikan rasio buku di masyarakat sesuai dengan standar UNESCO yakni minimal tiga buku baru tiap orang tiap tahun.

“Dan saya mengajak para pimpinan daerah untuk bergabung, mari kita menulis buku," kata dia.

Bupati Magetan, Suprawoto, mengaku sering mengajak warganya menulis buku.

Dia menyebut, menulis bisa dimulai dengan hal sederhana, seperti menulis sejarah desa, sejarah sekolah, hingga kisah para veteran di Magetan.

"Kalau itu dilakukan, mengangkat kisah-kisah lokal itu kan menarik. Tiap desa saya minta menuliskan sejarahnya, begitu juga tiap sekolah saya minta untuk membuat sejarahnya dan kemudian dibukukan," kata pria yang sudah menulis sejak 1984 itu.

Dikatakannya, sudah sekitar 600 lebih judul buku yang diterbitkan.

Pihaknya menyediakan anggaran, namun jumlahnya minimal yakni untuk ongkos cetak buku.

“Alhamdulillah, ini menjadikan teman-teman semangat menulis," kata Suprawoto.

Baca juga: Wartawan Antara Biro Riau hasilkan karya cetak buku bupati Inhu
Baca juga: BRIN luncurkan dua buku bangun nasionalisme bahasa dan budaya
Baca juga: Pemprov Bali terbitkan buku panduan berwisata bagi turis asing

Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021