Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Bintan Syukur Haryanto alias Buyung Adly, di Bintan, Rabu, menduga limbah minyak itu berasal dari kapal asing yang membuang sisa atau kerak minyak dari dalam tangki kapal.
Limbah itu dimasukkan dalam karung, kemudian dibuang di Out Port Limited (OPL) di perbatasan perairan Kepri dengan Singapura. Saat musim angin utara, seperti saat ini, limbah minyak itu kembali dibawa arus ke bibir pantai di Bintan.
"Peristiwa ini bukan pertama kali terjadi, melainkan sudah beberapa tahun lalu. Namun, sampai sekarang masih terjadi. Kami minta aparat penegak hukum untuk menindaknya," katanya.
Baca juga: Pencemaran limbah minyak hitam terjadi hampir tiap minggu di Bintan
Baca juga: Limbah minyak hitam cemari pantai di Kabupaten Bintan
Buyung mengemukakan limbah minyak itu merusak karang dan ekosistem di perairan. Selain itu, pantai yang dijadikan sebagai objek wisata seperti di Lagoi dan Trikora juga menjadi tercemar.
Wisatawan kerap mengeluhkan kakinya terkena limbah oli itu, dan sulit dibersihkan.
"Pengusaha pariwisata menjadi semakin sulit di masa pandemi ini karena berhadapan lagi dengan permasalahan baru," ujarnya.
Menurut dia, limbah minyak ini juga menurunkan pendapatan nelayan karena hasil tangkapan ikan menjadi berkurang. Nelayan kerap mengeluhkan permasalahan limbah minyak yang tidak kunjung selesai.
"Banyak kerugian yang negara alami, dan yang paling merasakan langsung dampak buruknya adalah nelayan," ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata Kepri Bulalimar mengatakan pihaknya akan melaporkan permasalahan itu kepada instansi terkait, karena mencemari pantai di kawasan pariwisata.
"Pengusaha pariwisata tentu merasa resah, dan dirugikan. Kami berharap permasalahan ini segera tuntas," katanya.*
Baca juga: Limbah minyak berkurang, turis asing aktif snorkeling lagi di Bintan
Baca juga: Turis asing batal snorkeling di Bintan akibat limbah minyak hitam
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021