payung hukum yang bisa melindungi bahasa daerah agar tidak punah

Ambon (ANTARA) - Kantor Bahasa Provinsi Maluku menyerukan pelestarian bahasa asli daerah setempat melalui peraturan daerah (perda) yang diterbitkan oleh pemerintah sebagai payung hukum untuk perlindungan dari ancaman kepunahan.

"Kita perlu membuat regulasi sebagai payung hukum yang bisa melindungi bahasa daerah agar tidak punah," kata Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku, Sahril dalam Dialog Interaktif "Bahasa dan Hukum: Bahasa Hukum dan Hukum Bahasa" di Ambon, Rabu.

Kegiatan tersebut digelar oleh Kantor Bahasa Provinsi Maluku untuk mengupayakan perlindungan terhadap bahasa daerah setempat, dan mendorong penggunaan bahasa Indonesia di ruang-ruang publik.

Sahril mengatakan melestarikan bahasa daerah menjadi salah satu cara untuk melindungi kebudayaan asli, karena itu perlu diantisipasi melalui pelestarian dan perlindungan yang diatur dalam regulasi pemerintah sebagai payung hukum.

Kantor Bahasa Provinsi Maluku pada awal Oktober 2021, telah memasukkan naskah akademik rancangan peraturan daerah (Ranperda) Perlindungan dan Pelestarian Bahasa Daerah di Maluku kepada Komisi IV DPRD Maluku yang membawahi bidang pendidikan, pariwisata, sosial dan kesehatan.

Ranperda tersebut disusun berdasarkan hasil-hasil riset bahasa daerah oleh para peneliti bahasa dari Kantor Bahasa Provinsi Maluku.

Baca juga: Indonesia bicara pelestarian bahasa daerah di forum UNESCO

Baca juga: Digunakan hingga pelosok, warga Maluku junjung tinggi Bahasa Indonesia

Sahril berharap Ranperda Perlindungan dan Pelestarian Bahasa Daerah Maluku bisa segera dibahas oleh DPRD dan disahkan, agar upaya pelestarian dan perlindungan terhadap bahasa lokal bisa berjalan maksimal.

"Kami membantu DPRD Maluku untuk menyusun naskah akademiknya dan sudah diajukan langsung ke Komisi IV. Kami berharap karena ini hak inisiatif dewan, maka pengesahan naskahnya tidak akan terlalu lama," ucap Sahril.

Dikatakannya lagi, selain ranperda yang dimasukan ke DPRD Maluku, Kantor Bahasa Provisi Maluku juga telah memasukkan naskah akademik Ranperda Penggunaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik kepada DPRD Kota Ambon.

Ranperda tersebut menjadi bentuk dukungan terhadap upaya agar bahasa asing tidak diutamakan untuk penamaan area dan ruang publik, melainkan bahasa Indonesia yang menjadi bahasa nasional dan komunikasi bangsa.

"Sebagai daerah dengan beragam percampuran etnis, umumnya masyarakat Maluku menggunakan dialek Melayu-Ambon untuk komunikasi sehari-hari. Penggunaan dialek ini juga terbawa dalam bahasa daerah," kata Sahril.

Baca juga: Rejang Lebong-Enggano, dua bahasa daerah di Bengkulu terancam punah

Baca juga: 1,3 juta anak di NTT belum bisa berbahasa Indonesia

Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021