Kota Gaza (ANTARA News) - Sedikitnya 3.000 pemuda Palestina memadati pusat Kota Gaza untuk berpawai menuntut persatuan nasional, Senin, satu hari lebih cepat dari yang dijadwalkan.
Para aktivis itu bergerak menuju Lapangan Prajurit Tak Dikenal dan meneriakkan "Rakyat ingin perpecahan berakhir" -- menunjuk pada perselisihan sengit antara Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza dan Fatah yang mendominasi Pemerintah Palestina di Tepi Barat.
"Kami memulai aksi duduk kami sekarang," kata penyelenggara Ahmad Arar kepada AFP.
Spanduk terlihat di mana-mana dan berbunyi, "Abbas, Haniya -- kami ingin persatuan nasional!" -- dalam pernyataan yang ditujukan langsung kepada Presiden Mahmud Abbas (Fatah) dan Perdana Menteri Ismail Haniya (Hamas).
Beberapa spanduk lain bertuliskan, "Kami tidak akan pulang sampai perpecahan berakhir".
Banyak aktivis membawa tenda dan kasur, sementara yang lain mempersiapkan tempat-tempat air dengan tujuan tetap berada di lapangan itu pada malam hari sampai demonstrasi itu dimulai secara resmi Selasa.
Demonstrasi 15 Maret dilakukan secara serentak di Ramallah, Tepi Barat, dan Kota Gaza dalam suatu gerakan yang dipersiapkan melalui Facebook oleh sebuah koalisi kendur aktivis muda yang menyatakan tidak memiliki afiliasi politik mana pun.
Protes serupa juga direncanakan berlangsung di luar kantor perwakilan Palestina di luar negeri, dalam satu gerakan yang diilhami oleh gelombang protes akhir-akhir ini di dunia Arab yang menjatuhkan rejim Mesir serta Tunisia dan juga diilhami oleh pemberontakan di Libya.
Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.
Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas.
Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.
Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa hampir tiga tahun lalu.
Israel menggempur habis-habisan Jalur Gaza hampir dua tahun lalu dengan dalih untuk menghentikan penembakan roket yang hampir setiap hari ke wilayah negara Yahudi tersebut.
Operasi "Cast Lead" Israel itu, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang Palestina yang mencakup ratusan warga sipil dan menghancurkan sejumlah besar daerah di jalur pesisir tersebut, diklaim bertujuan mengakhiri penembakan roket dari Gaza. Tiga-belas warga Israel, sepuluh dari mereka prajurit, tewas selama perang itu.
Proses perdamaian Timur Tengah macet sejak konflik itu, dan Jalur Gaza yang dikuasai Hamas masih tetap diblokade oleh Israel. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011